LEMBAGA KEUANGAN PADA SISTEM
HUKUM PERBANKAN DI INDONESIA
Arif Indra MKn
UNDIP 2011
Hukum perbankan Indonesia merupakan hukum yang mengatur tentang masalah-masalah perbankan di Indonesia. Kajian dalam hukum perbankan di Indonesia adalah semua aturan-aturan yang masih atau sedang berlaku sampai sekarang.
Menurut
pendapat Muhamad Djumhana, mendefinisikan hukum perbankan sebagai kumpulan
aturan-aturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan yang meliputi
segala aspek baik dilihat dari segi esensi maupun eksistensinya, serta
hubungannya dengan bidang kehidupan lainnya.[1]
Bertolak
dari definisi yang luas tersebut, hukum perbankan merupakan sistem hukum,
berupa suatu kesatuan aturan hukum yang komplek, yang terdiri dari
bagian-bagian yang saling berhubungan dan bekerjasama secara aktif untuk
mencapai tujuan pokoknya. Sistem hukum perbankan selalu berinteraksi dengan
sistem yang lebih besar misalnya: Hukum ekonomi, Hukum perdata, Hukum
Administrasi Negara dan lain sebagainya.
Sebagai
suatu sistem hukum, hukum perbankan dalam pembentukannya banyak dipengaruhi
oleh sumber-sumber hukum, baik sumber hukum formal maupun materiil. Paling
banyak berpengaruh dalam pembentukan hukum perbankan adalah perbuatan hukum
konkret berupa perjanjian yang dibuat oleh para pelaku ekonomi.
Pada
perkembangannya, perjanjian digunakan sebagai perangkat hukum yang mengikuti
kebutuhan kegiatan pelaku ekonomi yang semakin beragam dan komplek. Demikian
juga sumber hukum materiilnya, hukum perbankan harus dengan cepat untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan pada dunia bisnis khususnya peraturan
perundang-undangan dibidang lembaga keuangan dan kebijaksanaan moneter.[2]
Sistematika hukum perbankan di Indonesia,
diawali dari pengertian Lembaga Keuangan secara umum sebagai lembaga perantara
dari pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus
of funds) dengan pihak yang kekurangan dana (lack of funds). Dalam hal ini lembaga keuangan berfungsi sebagai perantara keuangan
masyarakat (financial intermediary).[3]
Lembaga
Keungan yang berfungsi sebagai perantara keuangan masyarakat, didalamnya dapat
diklasifikasikan dalam 2 (dua) jenis lembaga keuangan, yaitu :[4]
a.
Lembaga Keuangan Bukan Bank
Pengertian
lembaga keuangan dapat kita cermati dalam pasal 1 angka 4 Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1988
tentang Lembaga Pembiayaan, yaitu :
”Lembaga keuangan bukan bank adalah badan usaha
yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak
langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan
menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi
perusahaan-perusahaan.”
Lembaga Keuangan Bukan Bank
melakukan kegiatan dibidang keuangan dengan menghimpun dana yaitu dengan cara
menerbitkan surat berharga jangka panjang sehingga lebih banyak berperan pada
perdagangan pasar uang dan pasar modal. Sebaliknya bukan dengan cara menghimpun
dana dalam bentuk tabungan, deposito berjangka, maupun giro.
Kemudian lembaga keuangan
bukan bank dalam hal menyalurkan dananya kepada masyarakat, ditujukan sebagai
sumber dana investasi jangka panjang. Investasi adalah penanaman modal untuk
satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan
harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.[5]
Sejak diberlakukannya
undang-undang nomor 7 tahun 1992 sebagai pengganti undang-undang nomor 14 tahun
1967 tentang perbankan yaitu pada pasal 57, Lembaga Keuangan Bukan Bank sebelum
diberlakukannya undang-undang ini dalam waktu 1 (satu) tahun sejak
diberlakukannya undang-undang ini dapat menyesuaikan kegiatan usahanya sebagai
bank.
Menurut Peraturan pemerintah
nomor 70 tahun 1992, semua lembaga keuangan bukan bank yang memilih menjadi
Bank dapat memilih sebagai Bank Umum atau Bank Umum Devisa. Bagi lembaga
keuangan bukan bank yang memilih sebagai bank umum, minimal harus menyetorkan
modal sebesar Rp. 10 Milyard sedangkan
yang memilih menjadi Bank Umum Devisa harus menyetorkan modal sebesar
Rp. 50 Milyard (Pasal 24 ayat [1] dan ayat [2] PP. No. 70 tahun 1992).
Sedangkan bagi lembaga
keuangan bukan bank yang tidak memilih sebagai bank umum, maka tunduk pada
peraturan-perundangan yang khusus mengatur mengenai hal itu. Misalkan
Perusahaan yang bergerak di bidang jual-beli efek tunduk pada undang-undang
nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal.
b.
Lembaga Keuangan Bank
Bank
sebagai salah satu Lembaga Keuangan yang berperan penting dalam kehidupan
masyarakat. Peran lembaga keuangan Bank, adalah sebagai lembaga kuangan yang
bertugas menerima simpanan dan memberikan kredit serta memberikan jasa-jasa
keuangan lainnya.[6]
Secara luas
lembaga keuangan bank, erat kaitannya dalam kegiatan peredaran uang, sebagai
ruang kegiatan yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara
efektif dan efisien. Bank dapat juga berperan sebagai perantara dalam transaksi
perdagangan dan pembayaran uang antara pelaku ekonomi.
Pada Pasal
1 ayat [2] Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 sebagai perubahan
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992. Pengertian Bank, sebagai berikut :
”Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak”
Menurut pasal ini, bank sebagai lembaga
kuangan memiliki 3 (tiga) tugas pokok, yaitu :
1.
Sebagai Lembaga keuangan yang bertugas
menerima simpanan
Bentuk
simpanan yang dilakukan oleh lembaga keuangan bank, diatur dalam pasal 1 ayat
[5] Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998, yang mengatur bahwa :
”Simpanan adalah dana yang dipercayakan
oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian pennyimpanan dana dalam
bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu”
Bentuk-bentuk usaha simpanan pada pengertian pasal
ini, tidak semua bank dapat melakukannya. Bank Umum dapat melakukan seluruh
bentuk-bentuk usaha simpanan, sedangkan Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat
melakukan kegiatan usaha simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka.
2.
Sebagai lembaga keuangan yang betugas
memberikan kredit
Setelah
bank menerima simpanan baik dalam bentuk tabungan atau deposito berjangka dan
lainnya, dana yang terkumpul tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat.
Penyaluran kembali dana simpanan tersebut salah satu yang pokok yaitu melalui
mekanisme kredit bank. Menurut ketentuan pasal 1 ayat [12] Undang-Undang
Perbankan Nomor 10 tahun 1998, yang dimaksud dengan kredit adalah :
”Penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutang setelah jangka waktu
tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.
Pemberian
kredit adalah merupakan sumber utama bagi bank untuk memperoleh keuntungan
sebagai badan usaha. Namun demikian pemberian kredit ini juga mengandung
unsur-unsur yang komplek karena tingkat resiko yang dimilikinya juga tinggi.
Oleh sebab itu, pemberian kredit oleh bank haruslah berpangkal pada kepercayaan
terhadap pihak penerima, bahwa mereka akan mengembalikan pinjamannya dengan
tepat waktu dan teratur.
3.
Lembaga keuangan yang bertugas
sebagai perantara dalam lalu-lintas
pembayaran.
Sebagai
perantara dalam lalu-lintas pembayaran, adalah jasa bank yang berkedudukan
sebagai perantara pembayaran dan menciptakan uang giral. Pengertian uang giral
adalah uang yang tercipta akibat semakin mendesaknya kebutuhan masyarakat akan
adanya sebuah alat tukar yang lebih mudah, praktis dan aman. Di Indonesia, bank
yang berhak menciptakan uang giral adalah bank umum selain Bank Indonesia.
Menurut
UU No. 10 tentang Perbankan tahun 1998, definisi uang giral adalah tagihan yang
ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat pembayaran.
Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, atau telegrafic transfer. Uang giral
adalah surat berharga yang dapat diuangkan di bank atau dikantor pos. Contoh
uang giral, cek, giro pos, wesel dan surat berharga.Uang giral biasanya
digunakan untuk transaksi dengan nilai uang yang sangat besar. Kegunaan uang
ialah Uang dapat digunakan sebagai alat pembayaran, alat penukar, alat penentu
harga, dan dapat pula di tabung.[7]
[1] Muhamad
Djumhana, Hukum Perbankan di
Indonesia,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2004, hal. 1
[2] Ch.
Gatot Wardoyo, Kredit Sekitar
Klausal-Klausal Perjanjian Bank, Bandung,
1995 hal 160;
[3] Muhamad
Djumhana, Op. cit., hal. 78
[4] Ibid., hal. 80;
[5]
Sunariyah, PengantarPengetahuan Pasar
Modal, UPP STIM YKPN, Jogjakarta, 2006, Hal. 6
[6] O.P. Simorangkir, Kamus Perbankan, Jakarta, Bina Aksara, 1989, hal. 33
[7] Thomas Suyatno, dkk, Kelembagaan Perbankan, STIE Perbanas dan PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1999, Hal. 33
0 comments:
Post a Comment