Saturday, September 27, 2014

Friday, August 29, 2014

CARA PEMECAHAN HAK ATAS TANAH

Pada prakteknya proses pemecahan sertifikat tanah kemungkinan terdapat berbedaan akan penerapan dan pelaksana dilapangan. Memo ini dibuat terbatas melalui studi kepustakaan berupa peraturan perundang-undangan dan beberapa artikel serta beberapa buku pertanahan tanpa melalui konfirmasi kepada pejabat pertanahan terkait.
Peraturan Terkait:
1.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Mengenai Ketentuan Umum Pertanahan (“UU No.5/1960?);
2.Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (“PP
No.24/1997“);
3.Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku PadaBadan Pertanahan Nasional (“PP No.46/2002“);
4.Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (“Permen No.3/1997“);
5.Peraturan Kepala BPN RI No.6 Tahun 2008 Tanggal 11 Juni 2008 Tentang Penyederhanaan Dan Percepatan Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pertanahan Untuk Jenis Pelayanan Pertanahan Tertentu (“Peraturan No.6/2008“);
6.Surat Edaran Kepala BPN Nomor 600-1900 tanggal 31 Juli 2003 Tentang Pengenaan Tarif Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan, Pendaftaran Tanah, Pemeliharaan Data Pertanahan dan Informasi Pertanahan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 (“SE No.600-1900?).
7.Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 110-3637 Tahun 1998 Tentang Penyampaian Peraturan Menteri Negara Agraria/KepalaBadan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 1998 Tentang Kewenangan Menandatangani Buku Tanah, Sertifikat Dan Surat Ukur (“SE No.110-3637“); dan
8.Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanaan Nasional Nomor 2 Tahun 1996 Tentang Pengukuran Dan Pemetaan Untuk Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah;
Pokok Permasalahan:
Bagaimanakah tatacara/prosedur dan persyaratan apa saja yang diperlukan untuk melaksanakan pemecahan sertifikat tanah berdasarkan hukum serta berapa lamakah proses pemecahan sertifikat dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Gambaran Umum Mengenai Pemecahan Sertifikat:
Tanah perumahan yang dikembangkan developer umumnya berasal dari banyak pemilik tanah, karena itu statusnya juga beranekaragam dan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Diantaranya ada yang baru girik, ada yang sudah HGB (SHGB) dan hak milik (SHM), ada yang bahkan tidak dilengkapi dokumen. Setelah dibeli semua tanah itu disertifikatkan atas nama developer dengan status HGB. Inilah yang disebut sertifikat induk.
Saat tanah dikaveling-kaveling dan dipasarkan berikut bangunan, sertifikat induk itu dipecah atas nama konsumen, juga dengan status HGB. Dalam praktik SHGB bersama dokumen lain seperti IMB dan akta jual beli (AJB), diterima bank dari developer dalam 12 bulan sejak konsumen melunasi bea balik nama (BBN). Jadi, bila mengambil KPR berjangka dua tahun, bank bisa langsung menyerahkan sertifikat begitu kredit lunas.
Tapi, ada saja masalah yang membuat sertifikat belum bisa dipecah dan diserahkan developer ke bank. Misalnya, untuk menghemat biaya, pengurusan sertifikat dilakukan sekaligus setelah satu tahap pengembangan selesai melalui oknum kantor pertanahan dan bukan notaris/PPAT. Sebelum rampung si oknum dimutasi ke bagian lain, sehingga data-data dan dokumen konsumen yang sudah diserahkan developer berceceran. Akibatnya, pengurusan harus diulang melalui oknum pejabat yang baru. Pemecahan sertifikat pun tertunda.
Hanya konsumen yang telah melunasi kewajibannya saja yang bisa memperoleh sertifikat. Setelah semua kewajiban dilunasi, secara otomatis bank yang memberikan kredit perumahan akan memberikan sertifikat tersebut kepada konsumen. Namun sertifikat yang diberikan baru memiliki status hak guna bangunan. Ini karena sertifikat belum berganti nama kepada konsumen. Untuk memiliki sertifikat milik, konsumen harus mendatangi Badan Pertanahan Nasional (BPN). Setelah disetujui barulah konsumen akan mendapatkan sertifikat milik.
Dalam pelaksanaan dilapangan sehari-hari waktu yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengurus sertifikat hak milik. Tapi yang pasti, kalau prosesnya berlarut-larut, berarti konsumen belum menyerahkan semua data yang diperlukan BPN. Karena biasanya, proses perubahan jenis sertifikat tidaklah sulit.
Sebenarnya setelah konsumen sepakat melakukan akitivitas jual-beli dengan pengembang, tidak lagi ada lagi kewajiban bagi pengembang untuk mengurus persoalan tersebut. Karena tanah dan bangunan tersebut telah dimiliki konsumen. Kalau konsumen mempergunakan jalur KPR untuk membayar rumah yang dibelinya, maka bank akan menyimpan sertifikat tersebut. Bank tidak mungkin memberikan sertifikat kepada konsumen. Bila dilakukan, kemungkinan konsumen lalai membayar kewajibannya cukup besar.
Bila konsumen langsung membayar lunas, tentunya pengembang akan langsung memberikan sertifikat tersebut kepada konsumen. Kalau dalam jangka waktu yang telah ditentukan, pengembang belum menyerahkan sertifikat. Berarti, pengembang telah melanggar kewajibannya.
Ketua Asosiasi Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) DPD Jawa Timur Nurhadi, menuturkan, proses legalitas lahan itu telah terjadi kalau pengembang telah memiliki sertifikat. “Pengembang tidak mungkin bekerjasama dengan perbankan kalau perumahan yang dikembangkannya tidak memiliki sertifikat,” jelasnya.
ketika hendak membangun proyek di sebuah tempat, biasanya pengembang membebaskan berbagai jenis status lahan. Ada yang berstatus girik, tidak sertifikat, dan bahkan ada yang telah besertifikat. Setelah dibebaskan pengembang kemudian mengurus sertifikat tanah yang dibelinya ke BPN. Semuanya digabung dalam satu sertifikat sesuai dengan kegunaan masing-masing lahan. Misalkan saja ada yang diperuntukan untuk fasos, fasum dan perumahan itu sendiri. Serfitikat yang dimiliki pengembang tersebut biasa disebut sertifikat induk. Jenis sertifikat biasanya adalah hak guna bangunan. Ini karena ketika mendaftar, pengembang mempergunakan badan hukum. Namun ketika konsumen membeli rumah, sertifikat tersebut dipecah lagi sesuai dengan kepemilikannya.
Tentunya ketika sebuah rumah dibeli konsumen, maka kepemilikannya juga akan berubah, ketika hendak merubah status sertifikatnya, maka konsumen tidak lagi berhubungan dengan pengembang. Melainkan langsung berhubungan ke BPN. “Kalau membeli rumah melalui KPR, pengembang biasanya telah memecah sertifikatnya. Kalau tidak, perbankan tidak akan tertarik.
Dalam kesempatan itu, dia berharap, agar konsumen terlebih dahulu mempertanyakan legalitas perijinan atas rumah yang akan dibeli, baik izin lokasi pemanfaatan tanah, izin mendirikan bangunan maupun ijin-ijin lainnya kepada pengembang. Setelah itu, konfirmasi informasi perijinan yang disampaikan pengembang kepada pemerintah setempat dan perjelas apakah lokasi perumahan yang akan dibeli peruntukan lahannya sesuai dengan tata ruang tata wilayah yang ditetapkan pemerintah setempat.
Pemecahan Sertifikat Tanah
Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, satu bidang tanah yang sudah didaftar dapat dipecah secara sempurna menjadi beberapa bagian, yang masing-masing merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula. Pemecahan bidang tanah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan tidak boleh mengakibatkan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku lainnya.
Dalam hal pemisahan sertifikat diatas untuk tiap bidang harus dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertipikat untuk menggantikan surat ukur, buku tanah dan sertipikat asalnya. Apabila tanah yang ingin dipisahkan tersebut dibebankan hak tanggungan, dan atau beban-beban lain yang terdaftar, maka pemecahan sertifikat tersebut baru boleh dilaksanakan setelah diperoleh persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan atau pihak lain yang berwenang menyetujui penghapusan beban yang bersangkutan.
Dalam pendaftaran pemisahan bidang tanah surat ukur, buku tanah dan sertipikat yang lama tetap berlaku untuk bidang tanah semula setelah dikurangi bidang tanah yang dipisahkan dan pada nomor surat ukur dan nomor haknya ditambahkan kata “sisa” dengan tinta merah, sedangkan angka luas tanahnya dikurangi dengan luas bidang tanah yang dipisahkan.
Pemecahan bidang tanah tidak boleh merugikan kepentingan kreditor yang mempunyai hak tanggungan atas tanah yang bersangkutan. Oleh kerena itu pemecahan tanah itu hanya boleh dilakukan setelah diperoleh persetujuan tertulis dari kreditor atau pihak lain yang berwenang menyetujui penghapusan beban lain yang bersangkutan sehingga beban yang bersangkutan tidak selalu harus dihapus. Dalam hal hak tersebut dibebani hak tanggungan, hak tanggungan yang bersangkutan tetap membebani bidang-bidang hasil pemecahan itu.
Dalam hal tanah yang ingin dipecah adalah tanah pertanian, maka diwajibkan untuk memperhatikan ketentuan mengenai batas minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelaksanaan pemecahan sertifikat dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional yang dapat dilimpahkan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuknya.
Permohonan Pemecahan Sertifikat Tanah:
1.Persyaratan Permohonan Pemisahan Sertifikat Tanah:
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional yang dapat dilimpahkan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuknya. Dengan demikian maka permohonan ditujukan kepada Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dengan dilampiri dengan beberapa dokumen berikut ini (Lampiran IX Peraturan No.6/2008):
1.Fotokopi identitas diri pemohon dan atau kuasanya yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang;
2.Sertipikat hak atas tanah;
3.Ijin Perubahan Penggunaan Tanah, apabila terjadi perubahan penggunaan tanah;
4.Ijin tertulis dari pemegang hak tanggungan apabila tanah tersebut dibebankan hak tanggungan;
5.Surat kuasa apabila permohonan pemecahan tidak dilakukan oleh sipemilik hak atas tanah tersebut; dan
6.Sertipikat Hak Atas Tanah asli, khusus bagi pengembang, harus juga menyertakan Site Plan kawasan pembangunan perumahannya.
Biaya Administrasi Pemecahan Sertifikat Tanah:
Sebagaimana diatur didalam PP No.46/2002 disebutkan bahwa penerimaan bukan pajak yang diterima negara dalam rangka pemecahan sertifikat tanah yaitu sebesar Rp. 25.000,- dikalikan banyaknya sertipikat pemisahan yang diterbitkan biaya ini diluar dari biaya pengukuran tanah yang dilakukan.

Jangka Waktu Pemisahan Sertifikat:
Berdasarkan Lampiran IX Peraturan No.6/2008 menyebutkan bahwa paling lambat 15 (lima belas) hari kerja (diluar waktu yang diperlukan untuk melakukan pengukuran tanah) untuk Pemecahan sampai dengan 5 (lima) bidang tanah terhitung sejak berkas diterima lengkap oleh Kantor Pertanahan dan telah lunas pembayaran yang ditetapkan peraturan perundang-undangan dengan catatan bahwa sertipikat bidang-bidang tanah yang akan dipecah tidak ada catatan (bersih);
Pengukuran Tanah:
Pengukuran tanah dalam rangka pemecahan sertifikat diatur didalam Pasal 73 dan Pasal 74 Permen BPN No.3/1997 yang pada intinya mengatur sebagai berikut:
Untuk melakukan pemisahan atas sertifikat yang melakukan pemisahan diperlukan pengukuran kembali bidang tanah yang bersangkutan dan pemeliharaan data fisik dan yuridis. Karena tanah yang dipecah memiliki status hukum yang sama dengan bidang tanah induknya.
Instansi yang berwenang untuk Melakukan Pengukuran Tanah:
1.pengukuran suatu bidang tanah yang luasnya 10 Ha. sampai dengan 1000 Ha dilaksanakan oleh Kantor Wilayah;
2.pengukuran suatu bidang tanah yang luasnya lebih dari pada 1000 Ha. dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional.
Hasil kedua pengukuran tersebut wajib dilaporkan kepada Kepala Kantor Pertanahan. Apabila diperlukan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi dapat memperbantukan petugas dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Kantor Pertanahan lainnya dalam bentuk penugasan khusus maupun “task force” untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu.
Tugas pemantauan dan pemberian bimbingan ini dipertanggungjawabkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi kepada Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Deputi Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah.
Berdasarkan penunjukan Deputi bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah pengukuran bidang tanah yang luas atau yang banyak jumlah bidangnya dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga. Pelaksanaan pengukuran bidang tanah oleh pihak ketiga ini disupervisi dan hasilnya disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah atau Deputi Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah sesuai kewenangannya.
Permohonan untuk Mengajukan Pengukuran Tanah:
Permohonan untuk melakukan pengukuran tanah di tujukan kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan
Pengukuran:
Setelah petugas pengukuran menerima perintah pengukuran, maka segera melakukan persiapan sebagai berikut :
1.memeriksa tersedianya sarana peta seperti peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau peta lainnya pada lokasi yang dimohon;
2.merencanakan pengukuran di atas peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau peta-peta lainnya yang memenuhi syarat, apabila tanah yang dimohon belum mempunyai gambar situasi/surat ukur;
3.dalam hal tidak terdapat peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau peta lain yang memenuhi syarat, maka segera disiapkan perencanaan pembuatan peta pendaftaran;
4.memeriksa tersedianya titik dasar teknik disekitar bidang tanah yang dimohon;
5.dalam hal tidak terdapat titik dasar teknik di sekitar bidang tanah yang akan diukur, meminta kepada pemohon untuk menyiapkan tugu titik dasar teknik minimal 2 (dua) buah dan bentuknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
6.apabila kegiatan pengukuran bidang tanah diperlukan, mengadakan persiapan-persiapan, seperti menyiapkan formulir-formulir untuk pengukuran seperti gambar ukur, formulir pengukuran poligon; dll.
Penetapan Batas Tanah:
Sebelum pelaksanaan pengukuran bidang tanah, petugas ukur dari Kantor Pertanahan terlebih dahulu menetapkan batas-batas bidang tanah dan pemohon memasang tanda-tanda batas.
Apabila pengukuran batas bidang tanah dilaksanakan oleh pihak ketiga, penetapan batas bidang tanah dilaksanakan oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atau petugas yang ditunjuknya.
Penetapan batas dilakukan setelah pemberitahuan secara tertulis kepada pemohon pengukuran, dan kepada pemegang hak atas bidang yang berbatasan. Pemberitahuan ini dilakukan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sebelum penetapan batas dilaksanakan.
Setelah penetapan batas dan pemasangan tanda-tanda batas selesai dilaksanakan, maka dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah.
Pengumpulan dan Penelitian Data Yuridis Bidang Tanah:
Untuk keperluan penelitian data yuridis Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah menyerahkan alat-alat bukti yang ada dan daftar isian 201 yang sudah diisi sebagian dalam rangka penetapan batas bidang tanah kepada Panitia A.
Setelah penelitian data yuridis selesai dilakukan, maka Panitia A menyerahkan daftar isian 201 yang sudah diisi kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah yang selanjutnya menyiapkan pengumuman data fisik dan data yuridis.

Penelitian Data Fisik oleh Tim A
Setelah pengumpulan dan penelitian data yuridis dilakukan oleh Kepada Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah kemudian data itu diajukan kepada Panitia A unutk diperiksa kembali dalam pendaftaran tanah secara Sporadik adalah sebagai berikut:
1.meneliti data yuridis bidang tanah yang tidak dilengkapi dengan alat bukti tertulis mengenai pemilikan tanah secara lengkap;
2.melakukan pemeriksaan lapangan untuk menentukan kebenaran alat bukti yang diajukan oleh pemohon pendaftaran tanah;
3.mencatat sanggahan/keberatan dan hasil penyelesaiannya;
4.membuat kesimpulan mengenai data yuridis bidang tanah yang bersangkutan;
5.mengisi daftar isian 201.
Untuk menilai kebenaran pernyataan pemohon dan keterangan saksi-saksi yang diajukan dalam pembuktian hak, Panitia A dapat :
1.Mencari keterangan tambahan dari masyarakat yang berada di sekitar bidang tanah tersebut yang dapat digunakan untuk memperkuat kesaksian atau keterangan mengenai pembuktian kepemilikan tanah tersebut;
2.Meminta keterangan tambahan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada huruf a yang diperkirakan dapat mengetahui riwayat kepemilikan bidang tanah tersebut dengan melihat usia dan lamanya bertempat tinggal di daerah tersebut.
3.Melihat keadaan bidang tanah di lokasinya untuk mengetahui apakah yang bersangkutan secara fisik menguasai tanah tersebut atau digunakan pihak lain dengan seizin yang bersangkutan, dan selain itu dapat menilai bangunan dan tanaman yang ada di atas bidang tanah yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk pembuktian kepemilikan seseorang atas bidang tanah tersebut.
Hasil penelitian data yuridis oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah dan atau Panitia A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dicantumkan dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (daftar isian 201).
4.Pengumuman Data Fisik dan Data Yuridis:
Kutipan data yuridis dan data fisik yang sudah dicantumkan dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (daftar isian 201) oleh Panitia A dimasukkan dalam Daftar Data Yuridis dan Data Fisik Bidang Tanah (daftar isian 201C), yang merupakan daftar isian yang dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Untuk memberi kesempatan bagi yang berkepentingan mengajukan keberatan atas data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang dimohon pendaftarannya, maka Daftar Data Yuridis dan Data Fisik Bidang Tanah (daftar isian 201C) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan peta bidang tanah yang bersangkutan diumumkan dengan menggunakan daftar isian 201B di Kantor Pertanahan dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah selama 60 (enam puluh) hari.
Dengan mempertimbangkan kemungkinan masalah pertanahan yang akan timbul Kepala Kantor Pertanahan dapat memutuskan bahwa pengumuman mengenai data fisik dan data yuridis mengenai tanah yang dimohon pendaftarannya dilaksanakan melalui sebuah harian umum setempat dan atau di lokasi tanah tersebut atas biaya pemohon.
Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis
Setelah jangka waktu pengumuman sebagaimana berakhir, maka data fisik dan data yuridis tersebut disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis (daftar isian 202).
Apabila pada waktu pengesahan data fisik dan data yuridis tersebut masih terdapat kekurang lengkapan data atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan, maka pengesahan tersebut dilakukan dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan.
Kepada pihak yang mengajukan keberatan disampaikan kepadanya pemberitahuan tertulis agar segera mengajukan gugatan ke Pengadilan. Keberatan-keberatan tersebut didaftar dengan menggunakan daftar isian 309
Sumber : Pemecahan Sertipikat tANAH

READ MORE - CARA PEMECAHAN HAK ATAS TANAH Share

SYARAT DAN DATA DALAM PROSES JUAL BELI ATAU BALIK NAMA HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN - Notariat UNDIP Kelas B-2

READ MORE - SYARAT DAN DATA DALAM PROSES JUAL BELI ATAU BALIK NAMA HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN - Notariat UNDIP Kelas B-2 Share

SYARAT DAN DATA DALAM PROSES JUAL BELI ATAU BALIK NAMA HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan PPAT yang bersangkutan akan meminta data-data standar, yang meliputi:
I.    Data tanah, meliputi:
a.  Asli PBB berikut Surat Tanda Terima Setoran (bukti bayarnya)
b.  Asli sertifikat tanah (untuk pengecekan dan balik nama)
c.   Surat permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli
d.  Bukti pelunasan pembayaran PPh
e.  Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
f.    Asli IMB (bila ada, untuk diserahkan pada Pembeli setelah selesai proses AJB)
g.  Bukti pembayaran rekening listrik, telpon, air (bila ada)
h.  Jika masih dibebani Hak Tanggungan (Hipotik), harus ada Surat Roya dari Bank yang bersangkutan
i.    Setelah membuat akta jual-beli, PPAT kemudian menyerahkan berkas akta jual-beli ke Kantor Pertanahan, untuk keperluan balik nama sertifikat, selambat-lambatnya dalam tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut.

Catatan: point a & b mutlak harus ada, tapi yang selanjutnya optional

II.  Data Penjual & Pembeli (masing-masing) dengan kriteria sebagai berikut:
a.  Perorangan:
1)  Copy KTP suami isteri (KTP Isteri atau Suami jika sudah Kawin, bukti surat duda atau janda dari Pengadilan Agama yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri yang beragama Nasrani)
2)  Copy Kartu keluarga dan Akta Nikah
3)  Copy Keterangan WNI atau ganti nama (bila ada, untuk WNI keturunan)
b.  Perusahaan/Badan hukum : (CV, PT, Yayasan)
1)  Copy KTP Direksi & komisaris yang mewakili
2)  Copy Anggaran dasar lengkap berikut pengesahannya dari Menteri kehakiman dan HAM RI
3)  Rapat Umum Pemegang Saham PT untuk menjual atau Surat Pernyataan Sebagian kecil asset

Dalam hal Suami/isteri atau kedua-duanya yang namanya tercantum dalam sertifikat sudah meninggal dunia, maka yang melakukan jual beli tersebut adalah Ahli Warisnya. Jadi, data-data yang diperlukan adalah:

1. Surat Keterangan Waris
a.  Untuk pribumi: Surat Keterangan waris yang disaksikan dan dibenarkan oleh Lurah yang dikuatkan oleh Camat
b.  Untuk WNI keturunan: Surat keterangan Waris dari Notaris
2. Copy KTP seluruh ahli waris
3. Copy Kartu keluarga dan Akta Nikah
4. Seluruh ahli waris harus hadir untuk tanda-tangan AJB, atau Surat Persetujuan dan kuasa dari seluruh ahli waris kepada salah seorang di antara mereka yang dilegalisir oleh Notaris (dalam hal tidak bisa hadir)
5. Bukti pembayaran BPHTB Waris (Pajak Ahli Waris), dimana besarnya adalah 50% dari BPHTB jual beli setelah dikurangi dengan Nilai tidak kena pajaknya.
READ MORE - SYARAT DAN DATA DALAM PROSES JUAL BELI ATAU BALIK NAMA HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Share

CONTOH SURAT KUASA PENGAMBILAN

SURAT KUASA 
Yang bertanda tangan di bawah ini :
- Nama                 : ............................. 
  Tempat/Tgl Lahir : ..............................
  Alamat                 : ..............................    
  KTP Nomor         : .............................. 
Selanjutnya disebut Pemberi Kuasa
Dengan ini memberi kuasa kepada :
- Nama                 : ............................... 
  Tempat/Tgl Lahir : ...............................
  Alamat                 : ...............................
  KTP Nomor         : ...............................
Selanjutnya disebut Penerima Kuasa
Untuk mewakili saya Pemberi Kuasa, dalam pengambilan.................., atas nama :................. Untuk maksud tersebut saya Pemberi Kuasa, lampirkan bukti .........,......... dan Fotokopi KTP.
Demikian Surat Kuasa ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
                                                                                                 ..........., .................
        Pemberi Kuasa,                                                                    Penerima Kuasa
            Materai
      (........................)                                                                   (.......................)

READ MORE - CONTOH SURAT KUASA PENGAMBILAN Share

KLAUSULA EKSONERASI PADA PERJANJIAN BAKU

oleh : Arif Indra Setyadi
sistem hukum perdata di Indonesia khususnya mengenai perikatan yang diatur dalam Buku III KUH Perdata menganut  sistem terbuka, artinya setiap orang bebas membuat perjanjian sesuai dengan kepentingan para pihak, atau berlakunya asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 dan 1339 KUH Perdata, asas inilah yang menjadi landasan luas bagi kreditor untuk membuat mempersiapkan dahulu bentuk, isi, dan syarat-syarat dari perjanjian dalam bentuk baku yaitu bentuk blanko dan berlaku secara umum, sedangkan pihak debitor hanya dapat menyepakati.
Tujuannya untuk menekan serendah mungkin risiko kerugian yang mungkin timbul bagi perusahaan dalam menjalankan hubungan bisnis dengan pihak luar, juga merupakan cara yang cepat dan praktis dalam melayani para konsumen dari perusahaaan tersebut secara massal, sehingga kreditor akan memperoleh efisiensi dalam pengeluaran biaya, tenaga dan waktu.
Posisi kreditor pada umumnya cenderung lebih kuat dibandingkan dengan konsumen, sehingga terdapat ketidaksetaraan posisi dari masing-masing pihak dalam perjanjian tersebut. Debitor tidak mempunyai kekuatan melakukan penawaran untuk mengubah persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak kreditor, sehingga cenderung menerima persyaratan yang ditentukan secara sepihak oleh kreditor.
Kondisi yang demikian, sangat dimungkinkan kreditor memasukan klausula eksonerasi dalam isi perjanjian baku. Klausula eksonerasi, adalah perjanjian yang disertai syarat-syarat mengenai kewenangan salah satu pihak dalam hal ini produsen tentang pengalihan kewajiban atau tanggung jawabnya terhadap produk yang merugikan konsumen.[1]
Klausula eksonerasi dalam pelaksanaaan perjanjian baku dikemudian hari jika pihak debitor merasa dirugikan atau terdapat kepentingannya yang tidak dilindungi, dapat menimbulkan permasalahan hukum. Penerapan klausula eksonerasi dalam perjanjian baku, bagi debitor dapat sebagai alasan untuk mengajukan gugatan pembatalan perjanjian baku yang telah disepakati sebelumnya.



[1] Ahmadi Miru&Sutarman Yodo, op., cit., hlm. 117;
READ MORE - KLAUSULA EKSONERASI PADA PERJANJIAN BAKU Share

PPAT BERSTATUS MAGANG NOTARIS

Pesan yang hendak disampaikan dalam Pasal 1868 KUH Perdata tentang akta otentik harus dibuat atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk membuat  akta tersebut. Pejabat umum (openbaar ambtenaar) sebagai pejabat yang diangkat dan ditunjuk untuk membuat akta otentik antara lain adalah Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Kedua Jabatan umum ini, dalam sistem hukum di Indonesia dapat dipegang oleh satu orang, artinya seorang Notaris dapat sekaligus sebagai seorang PPAT dalam satu daerah kerja sama. Pasal 17 huruf (g) Perubahan UUJN mengatur bahwa Notaris dilarang merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris, artinya Notaris boleh merangkap jabatan sebagai PPAT asalkan di tempat kedudukan Notaris. Selain itu dalam Pasal 19 ayat 2 Perubahan UUJN mengatur bahwa Tempat kedudukan Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah wajib mengikuti tempat kedudukan Notaris.
Di sisi lain Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah mengatur bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
Pengangkat sebagai PPAT berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 harus memenuhi serangkain syarat salah satunya adalah lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional. Ketentuandalam Pasal tersebut tidak mensyaratkan adanya ketentuan Magang untuk dapat diangkat sebagai PPAT.
Sebaliknya dalam Pasal 3 huruf (f) Perubahan UUJ 2014 mengatur bahwa Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris salah satunya adalah telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan.
Ketentuan Magang bagi Calon Notaris selama paling sedikit 24 bulan berturut-turut setelah lulus pendidikan setrata 2 Magister Kenotariatan dapat menimbulkan perbenturan ketentuan yang mengatur mengenai ketentuan dan syarat pengangkatan sebagai PPAT. Dimungkinkan seseorang yang telah diangkat sebagai PPAT namun masih berstatus Magang Notaris.
Kondisi demikian unik dan sangat tidak relevan dengan amanah yang hendak disampaikan dalam Pasal 1868 KUH Perdata yaitu sebagai Pejabat umum yang berwewenang dalam membuat Akta Otentik. 
READ MORE - PPAT BERSTATUS MAGANG NOTARIS Share

SIKAP TOLERENSI SEBAGAI SALAH SATU LANGKAH PROGRESIF DALAM MEWUJUDKAN ARAH DINAMIKA KAMPUS

Dinamika kehidupan kampus di Indonesia berlangsung dalam wadah Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang meliputi  pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, pengabdian kepada masyarakat. Dinamika kampus dalam perspektif Tri Dharma Perguruan Tinggi dicerminkan dalam aktivitas akademik, organisasi dan masyarakat.
 Dinamika kampus dalam perspektif kehidupan mahasiswa di kampus, setiap hari sejak orientasi studi pengenalan kampus dihadapkan dengan banyak pilihan sikap dalam usaha pengembangan diri. Aktivitas akademik menjadi konsekuensi dari maksud seorang mahasiswa untuk mendapatkan ilmu lebih di perguruan tinggi. Di situlah kita dititipkan oleh orang tua kita agar dapat menjadi orang yang berilmu tinggi sehingga dapat menjadi orang sukses seperti apa yang diharapkan mereka. Intinya, aktivitas akademik merupakan pondasi kehidupan mahasiswa di kampus.
Dinamika aktivitas akademik mahasiswa di kampus, tidak bisa lepas dari perkembangan teknologi dan informasi. Aktivitas akademik sangat ditunjang dengan berkembangnya teknologi informasi. Terbukanya ruang berpikir lebih luas bagi mahasiswa yang membawa pengaruh pada semakin berkembangnya tingkat kreativitas dan inovasi cara berpikir mahasiswa.
Kebebasan meng-exsplore pemikiran dan informasi yang di terimanya berdampak pada keragaman pola pikir bahkan menuju pada cara pandang terhadap keyakinan akan kebenaran baik secara ilmiah maupun secara moral. Kondisi ini dapat menumbuhkan sikap hidup, pandangan, dan paham yang fundamentalis dalam kehidupan dinamika kampus. Sikap fundamentalis teroganisir dalam wadah organisasi kemahasiswa yang berciri : memiliki ikatan yang sangat kuat, berpandangan bahwa kelomponya yang benar dan memandang organisasi atau kelompok lain yang tidak sesuai dengan pemikirannya adalah salah bahkan harus dilawan.
Pemikiran yang fundamentalis justru akan membatasi ruang kebebasan berpikir bagi mahasiswa, membatasi pergaulan mahasiswa di kampus dan membatasi kreativitas dan inovasi berpikir seorang mahasiwa. Dinamika mahasiswa yang telah terikat pemahaman fundamental dibatasi oleh doktrin yang harus dilakukan oleh para anggotanya.
Sikap fundamentalis selalu berhadapan keragaman dinamika kampus. Sikap toleransi harus selalu ditumbuhkan dalam mengembangkan dinamika kehidupan kampus agar mahasiswa tidak terjebak dalam sikap dan doktrin yang dapat membatasi kebebasan berpikir, pergaulan dan kreativitas dan inovasi berpikir mahasiswa. Langkah progresif untuk mengembangkan sikap toleransi harus dilakukan sebagai salah satu cara agar kita mahasiswa dapat membawa amanah dan harapan orang tua untuk dapat menimba ilmu di perguruan tinggi dan secara formal menjadi Sarjana.
Sikap toleransi sebagai salah satu langkah progresif untuk mewujudkan arah dinamika kampus bagi mahasiswa, diharapkan tidak membatasi dinamika kehidupan kampus. Keragaman dalam dinamika kehidupan kampus harus tetap ditumbuhkan dengan penanaman sikap toleransi agar keragaman sebagai perbedaan yang dapat berjalan beriringan sehingga tujuan mahasiswa menimba ilmu di perguruan tingga tercapai sesuai amanah dan harapan orang tua.
READ MORE - SIKAP TOLERENSI SEBAGAI SALAH SATU LANGKAH PROGRESIF DALAM MEWUJUDKAN ARAH DINAMIKA KAMPUS Share