Pemahaman mengenai PERIKATAN
Doktrin Hukum Perdata menurut pendapat J. Satrio dalam bukunya “Hukum Perikatan Pada Umumnya”, membedakan 4 bagian kajian ilmunya, yaitu :
- Hukum Pribadi
- Hukum Keluarga
- Hukum Kekayaan
- Hukum waris
Hukum Kekayaan adalah hukum yang mengatur tentang hak-hak kekayaan, yaitu hak-hak yang mempunyai nilai ekonomis/uang. Jadi hak-hak kekayaan berbeda dengan hak-hak lain artinya dapat dijabarkan dalam sejumlah uang tertantu.
Kajian Ilmiah mengenai Hukum Kekayaan, dapat dibedakan lagi pada ruang lingkup, sebagai berikut :
1. Hak Kekayaan Absolut
Hak kekayaan absolut hak yang dapat ditujukan kepada semua orang, artinya semua orang harus menghormati pemilik hak kekayaan absolute tersebut. Miisalnya : Hak Milik, Hak Gadai, Hak Hipotik.
Ruang lingkup hukum yang mempelajari hukum harta kekayaan yang sebagian diatur dalam Buku II KUH Perdata yaitu mengenai Hak-Hak Kebendaan, dan yang berada diluar KUH Perdata atau diatur dengan undang-undang tersendiri
2. Hak Kekayaan Relatif
Hak kekayaan relatif adalah hak-hak kekayaan yang hanya bisa ditujukan kepada orang-orang tertentu dan ia muncul dari atau dalam perikatan-perikatan, sehingga orang menyebut dengan istilah ius in personam. Hak ini lebih pada bersifat sementara, karena ia menuju pada suatu pemenuhan prestasi tertentu. Ruang lingkup hukum yang mempelajari hukum harta kekayaan yang diatur dalam Buku III KUH Perdata mengenai Perikatan (verbintenis)
Sistematika KUH Perdata tentang Perikatan
Perikatan yang merupakan doktrin dari hak kekayaan yang bersifat relatif, telah diatur dalam Buku III KUH Perdata yang terdiri dari :
I. Ketentuan umum tentang Perikatan
Ketentuan ini, diatur pada BAB I sampai dengan BAB IV, yang masing-masing mengatur mengenai :
1. BAB I tentang Perikatan-perikatan pada umumnya
2. BAB II tentang Perikatan-Perikatan yang lahir dari Perjanjian atau Persetujuan
3. BAB III tentang Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Undang-Undang
4. BAB IV tentang Hapusnya Perikatan
II. Ketentuan Khusus tentang Perikatan
Ketentuan khusus ini diatur dalam BAB V sampai dengan BAB XVII, yang berturut-turut diatur tentang Perjanjian Khusus atau dengan istilah lain Perjanjian Bernama (nominaat contraten) artinya perjanjian yang memiliki nama tertentu dandiberikan pengaturannya secara khusus oleh undang-undang. Pengaturannya tidak terbatas yang diatur dalam KUH Perdata tetapi oleh undang-undang diluar KUH Perdata misalnya : Perjanjian tentang Hak Tanggungan yang diatur dalam UU. No. 4 tahun 1996 tetang Hak tangungan, UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Ketentuan khusus ini merupakan penjabaran dari ketentuan umum sehingga sepajang tidak diatur dalam ketentuan khusus maka perjanjian yang dibuat harus mengikuti ketentuan-ketentuan umum dalam KUH Perdata. Jadi Ketentuan umum berlaku untuk semua perjanjian kecuali ketentuan khusus menyimpanginya.
Pengertian atau Definisi tetang PERIKATAN
KUH Perdata tidak memberikan secara rinci tentang Pengertian atau Definisi Perikatan, sehigga Perumusan mengenai Pengertian atau Definisi Perikatan pada umumnya diberikan oleh para sarjana. Dengan demikian Pengertian atau definisi Perikatan adalah merupakan doktrin atau ajaran atau hanya ada dalam lapangan Ilmu Pengetahuan, bukan merupakan ketentuan yang mengikat yang meliputi baik dari segi kreditor maupun dari segi debitor (subyek dalam perikatan). Beberapa sarjana yang mengemukaan pengertian atau definisi Perikatan, antara lain :
1. Menurut Hofmann :
Suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum sehubungan dengan itu dengan seseorang atau beberapa prang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu
2. Menurut Pitlo :
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara 2 orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi
3. Menurut R. Subekti :
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu
4. Menurut Dr. Achmad Busro :
Pada prinsipnya Perikatan adalah terdapatnya hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan
Unsur-unsur perikatan
Dari Pengertian atau definisi perikatan diatas, dapat diketahui unsur-unsur dalam perikatan, meliputi :
1. Adanya Hubungan Hukum
Unsur ini dimaksudkan untuk membedakan perikatan sebagaimana yang dimaksud dalam oleh Undang-undang dengan hubungan yang timbul pada kebiasaan atau karena moral yang hidup dalam masyarakat pada umumnya. Hubungan hukum yang timbul dalam lapangan moral atau kebiasaan yang berkembang di masyarakat, memang sama saja menimbulkan Hak dan Kewajiban bagi anggota masyarakatnya, tetapi pemenuhan terhadap hak dan kewajiban yang dimaksud dini TIDAK DAPAT DIPAKSAKAN. Terhadap sanksi yang ditimbulkan dengan tidak dilaksanakannya hak dan kewajiban tersebut didasarkan pada “rasa penyesalan” atau “dikucilkan dari pergaulan social”
Sebaliknya hubungan hukum yang dimaksud dalam hukum perikatan, jika debitor tidak memenuhi kewajibannya secara sukarela dan dengan baik serta sebagaimana mestinya, maka Kreditor dapat meminta bantuan Hukum Perikatan agar ada tekanan kepada debitor agar debitor memenuhi kewajibannya.
Sehingga secara luas, yang dimaksud dengan hubungan hukum dalam lapangan hukum perikatan adalah :
Hubungan yang terhadapnya hukum meletakkan “hak” pada satu pihak dan melekatkan “kewajiban” pada pihak lainnya.
2. Pada Ruang Lingkup Hukum Kekayaan
Seperti telah diketahui diatas hubungan hukum dalam perikatan, dimana disatu pihak ada hak dan di lain pihak ada kewajiban. Hubungan hukum yang demikian, memiliki arti yang luas karena hubungan hukum yang demikian ini, tersebar dalam lapangan hukum yang luas, sehingga perikatan itu ada dalam ruang lingkup hukum yang luas pula. Perikatan tidak hanya ada dalam Buku III KUH Perdata tetapi tersebar di Bku-Buku lain yang ada dalam KUH Perdata.
Sebagai contoh : Hubungan hukum (Perikatan) yang terdapat dalam lapangan hukum Keluarga. Sebuah perkawinan dapatlah diartikan sebagai perikatan, karena adanya hubungan hukum antara calon suami atau istri untuk mengikatkan dirinya secara suka rela dalam perkawinan dan disamping itu dalam hubungan hukum perkawinan menimbulkan akibat lahirnya berbagai perikatan lainnya, seperti dalam lapangan hukum harta kekayaan perkawinan terdapatnya Harta Bersama (Pasal 119 KUH Perdata), Perjanjian Kawin (pasal 139 KUH Perdata), dan lain sebagainya.
Karena contoh diatas bukanlah merupakan Perikatan yang diatur dalam Buku II KUH Perdata, maka apabila terjadi sengketa terhadap perikatan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan menerapkan ketentuan-ketentuan Perikatan yang diatur dalam BUKU III KUH Perdata.
Perikatan yang dimaksudkan dalam Hukum Perikatan adalah Perikatan-perikatan dimana hak dan kewajiban yang timbul atau dilahirkan oleh debitor dan kreditor, haruslah mempunyai nilai uang (bernilai ekonomis) atau paling tidak pada akhirnya dapat dijabrkan dalam sejumlah uang tertentu. Dengan arti lain, Hubungan hukum tersebut haruslah ada pada ruang lingkup Hukum Kekayaan.
3. Para Pihak dalam Perikatan
Dalam Perikatan ada 2 pihak yang saling berhubungan yaitu pihak Debitor dengan pihak Kreditor. Debitor adalah pihak yang berkewajiban memenuhi atas prestasi, atau pihak yang berutang disebut dengan DEBITOR
Kreditor adalah pihak yang berhak atas prestasi,atau pihak yang berpiutang. Disebut sebagai Para Pihak karena dimungkinkan dalam perikatan pihak debitor atau kreditor lebih dari 1 orang. Pihak debitor Para pihak dalam suatu perikatan disebut dengan SUBYEK PERIKATAN.
4. Obyek Perikatan berupa Prestasi
Obyek dalam perikatan berupa PRESTASI yaitu suatu hal dalam pemenuhan perikatan. Prestasi yang dimaksud, diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata yaitu berupa :
a. Memberikan sesuatu
b. Berbuat sesuatu
c. Dan tidak berbuat sesuatu
Pada Perikatan, terjadi hubungan hukum antara Debitor dan Kreditor, dimana Debitor mempunyai hutang dan Kreditor mempunyai tagihan. Hutang dan piutang itu selalu tertuju pada prestasi tertentu yang melekat pada debitor dan kreditor. Kreditor sebagai pihak yang memiliki tagihan adalah pihak yang berhak atas suatu prestasi dari Debitor dan sebaliknya. Pemahan tagihan yang dimiliki Kreditor ini tidaklah harus berupa uang tetapi berupa prestasi tertentu, seperti yang disyaratkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, bahwa obyek dalam suatu perjanjian harus berupa hal tertentu.
Pembagian Perikatan
Pembagian dalam perikatan menurut KUH Perdata, pembagian perikatan ini didasarkan pada SUMBER Perikatan. Hal mana dapat kita lihat dari Pasal 1233 KUH Perdata yang mengatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan (Perjanjian) , baik karena undang-undang.
0 comments:
Post a Comment