HAK MENUNTUT PEMISAHAN HARTA WARISAN MENURUT PASAL 1066 KUH PERDATA
Oleh : Arif Indra Setyadi
Mahasiswa Program Kenotariatan
UNDIP - 2011
Pada asasnya orang mempunyai kebebasan untuk mengatur mengenai apa yang akan terjadi dengan harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia. Seseorang pewaris mempunyai kebebasan untuk mencabut hak waris dari para ahli warisnya, tetapi untuk ahli waris ab intestato (tanpa wasiat) oleh Undang-Undang diadakan bagian tertentu yang harus diterima oleh mereka, bagian yang dilindungi oleh hukum, karena mereka demikian dekatnya hubungan kekeluargaan dengan si pewaris sehingga pembuat Undang-Undang menganggap tidak pantas apabila mereka tidak menerima apa-apa sama sekali.
Undang-Undang melarang seseorang semasa hidupnya menghibahkan atau mewasiatkan harta kekayaannya kepada orang lain dengan melanggar hak dari para ahli waris ab intestato itu. Ahli waris yang dapat menjalankan haknya atas bagian yang dilindungi undang-undang itu dinamakan “Legitimaris” sedang bagiannya yang dilindungi oleh Undang-Undang itu dinamakan “legitime portie”. Jadi harta peninggalan dalam mana ada legitimaris terbagi dua, yaitu “legitime portie” (bagian mutlak) dan “beschikbaar” (bagian yang tersedia). Bagian yang tersedia ialah bagian yang dapat dikuasai oleh pewaris, ia boleh menghibahkannya sewaktu ia masih hidup atau mewasiatkannya.
Legitime portie (Hak Mutlak) yang dimiliki oleh ahli waris ab intestato menjadi hak yang terpenting dan merupakan ciri khas dari hukum waris. adanya hak mutlak dari para ahli waris masing-masing untuk sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan”. Ini berarti, apabila seorang ahli waris menuntut pemisahan/pembagian harta warisan di depan pengadilan, tuntutan tersebut tidak dapat ditolak oleh ahli waris yang lainnya.[1] Ketentuan ini diatur dalam pasal 1066 KUH Perdata, yaitu:
Pasal 1066
1. Tiada seorang pun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan menerima berlangsungnya harta peninggalan itu dalam keadaan tidak terbagi
2. Pemisahan harta itu setiap waktu dapat dituntut, biarpun ada larangan untuk melakukannya.
3. Namun dapatlah diadakan persetujuan untuk selama suatu waktu tertentu tidak melakukan pemisahan
4. Persetujuan demikian hanyalah mengikat untuk selama lima tahun, namun setelah lewatnya tenggang waktu itu, dapatlah persetujuan itu diperbaharui
Dari ketentuan pasal 1066 KUH Perdata tentang pemisahan harta peninggalan dan akibat-akibatnya itu, dapat dipahami bahwa sistem hukum waris menurut KUH Perdata memiliki ciri khas yang berbeda dari hukum waris yang lainnya. Ciri khas tersebut di antaranya hukum waris menurut KUH Perdata menghendaki agar harta peninggalan seorang pewaris secepat mungkin dibagi-bagi kepada mereka yang berhak atas harta tersebut. Kalau pun hendak dibiarkan tidak terbagi, harus terlebih dahulu melalui persetujuan seluruh ahli waris.
Demikian juga sebaliknya, bagi orang-orang yang berpiutang terhadap pewaris, demikian pula para penerima hibah wasiat, berhak untuk menentang pemisahan harta peninggalan. Akta pemisahan harta peninggalan yang dibuat setelah diajukan perlawanan demikian dan sebelum dilunasi apa yang selama perlawanan itu tiba waktunya dan dapat ditagih oleh orang yang berpiutang dan penerima hibah wasiat adalah batal. (Pasal 1067 ayat [1] KUH Perdata).
Bahkan apabila penuntutan pemisahan warisan dilakukan setelah terlebih dahulu diajukan perlawanan atau keberatan terhadap pemisahan warisan hingga dilunasinya segala hal yang diajukan oleh pihak atau orang-orang yang berpiutang atau penerima hibah wasiat serta penerima pengangkatan waris (erfstelling), maka tuntutan atas pembagian warisan tersebut tidak sah dan batal demi hukum. (Pasal 1067 ayat [2] KUH Perdata)
0 comments:
Post a Comment