Monday, December 5, 2011

CATATAN KULIAH HUKUM AGRARIA

KULIAH 1
SETELAH MID SEMESTER
H. AGRARIA
Notariat UNDIP semester I
Bp. Chulaemi,SH Sabtu, 3 Desember 2011

CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH

Cara memperoleh Hak atas tanah Baca BAB X hal 364  -  377 Buku : Prof. Budi Sudarsono

Cara memperoleh tanah secara umum ada 2 macam tanah yaitu :
  1. Tanah Hak  yaitu HM, HGB, HGU, Hak Pakai
  2. Tanah Negara yaitu tanah yang dikuasai Negara

Pada TANAH HAK diperoleh dengan cara yaitu :
Peralihan Hak Atas Tanah yang mencakup kumpulan dari beberapa perbuatan hukum dengan cara Jual-Beli, Hibah Tanah, Tukar-Menukar, Lelang, Pewarisan Hak Tanah

PERBEDAAN JUAL BELI TANAH DENGAN PEWARISAN TANAH

DENGAN JUAL BELI
PEWARISAN
1.      Pembeli harus memnuhi syarat sebagai pemegang Hak atas Tanah
2.      Penerima Hak Atas Tanah Harus WNI
1.      Tidak bisa sebagai Pembeli
2.      Penerima Hak bisa seorang WNA dengan Pewarisan tanpa wasiat dengan batas waktu maksimal 1 tahun

PERBEDAAN JUAL BELI DENGAN PELEPASAN

JUAL BELI
PELEPASAN
1.      Harus memenuhi syarat sebagai pihak yang membutuhkan tanah
2.      Akta Jual beli dibuat oleh PPAT
3.      Status Hak atas Tanahnya tidak berubah-ubah
4.      Penyelesaian pembayarannya dengan HARGA JUAL_BELI
1.      Pihak yang membutuhkan tanah tidak memenuhisyarat sebagai pembeli
2.      Akta Pelepasan dapat dibuat oleh : NOTARIS, Pejabat Kantor Pertanahan, dan PPAT
3.      Status Hak atas tanahnya berubah-ubah
4.      Penyelesaian pemabayarannya dengan GANTI RUGI

PERSAMAAN ANTARA JUAL BELI DENGAN PELEPASAN

JUAL BELI
PELEPASAN
1.      Dengan Kata Sepakat
2.      Para Pihak Kedudukannya seimbang
1.    Dengan Kata Sepakat
2.    Para Pihak Kedudukannya seimbang

Cara memperoleh Tanah dengan Hak
Harus memenuhi syarat sebagai pihak yang membutuhkan tanah, ada 2 cara yaitu :
  1. Jika pihak yang membutuhkan tanah memenuhi syarat maka dapat dilakukan dengan JUAL_BELI TANAH
  2. Jika pihak yang membutuhkan tanah Tidak memenuhi syarat maka dilakukan dengan cara PELEPASAN HAK ATAS TANAH

Pelepasan juga dikenal dengan istilah PEMBEBASAN TANAH yangmana di atur dalam :
·        Kemendagri No. 15 tahun 1975
·        Kemudian diganti dengan KEPPRES No. 55 tahun 1993 Istilah Pelepasn Tanah diganti dengan PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM DALAM RANGKA PEMBANGUNAN
·        Direvisi lagi dengan Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005
·        Revisi lagi dengan Peraturan Presiden No. 65 tahun 2006

Para pihak kedudukannya menurut Hukum baik dalam Jual-beli maupun Pelepasan Kedudukannya seimbang dan Harus dengan KATA SEPAKAT (Musyawarah)
Apabila KATA SEPAKAT tidak dapat dilaksanakanmaka dengan jalan terakhir yaitu : PENCABUTAN HAK ATAS TANAH dengan syarat :
  1. Jika Lokasi ini benar-benar untuk kepentingan umum
  2. Peruntukkannya Tidak dapat dipindahkan ke tempat lain
Contoh : Tanah untuk Bandara Udara
               Tanah untuk Jalan TOL   

Tahapan dalam proses Pelepasan Hak Atas Tanah dari Masyarakat :
  1. Membentuk PANITIA PELEPASAN khusus bagi Instanasi Pemerintah sebagai pihak yang membutuhkan tanah biasanya disebut sebagai PANITIA 9, jika yang membutuhkan tanah selain Pemerintah yaitu PT tidak harus membentuk PANITA PELEPASAN dapat secara langsung berhubungan dengan pemilik Hak
  2. Pemilk Tanah melepaskan Hak Atas Tanahnya yang kemudian menjadi TANAH NEGARA
  3. Pemilik Tanah Memperolah GANTI RUGI atas pelepasan Hak Atas Tanahnya
  4. PT atau Instansi Pemerintah mengajukan Permohonan HAK ATAS TANAH Yang dimaksud. Jika dikabulkan maka PT atau Instansi Pemerintah tersebut memperoleh Hak Atas Tanah yang dimaksud berupa HGB, HGU atau Hak Pakai

Cara Memperoleh Hak Atas Tanah Negara :

Dengan Mengajukan Permohonan Hak Baru Kepada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Mengingat Sruktur Organisasi BPN terdiri dari : BPN Pusat, BPN Kanwil, dan BPN Kota atau Kabupaten. Kepada siapa Permohonan Hak Baru tersebut diajukan ?
Berdasarkan pada Peraturan BPN No. 1 tahun 2011 tentang Pelimpahan Wewenang Pembelian Hak Atas Tanah . Permohonan Hak Baru Atas Tanah Negara dapat diajukan kepada BPN Pusat, atau kepada BPN Kanwil dan juga dapat diajukan kepada BPN Kota atau Kabupaten.

Mengapa dalam Peraturan BPN No. 1 tahun 2011 menggunakan istilah PELIMPAHAN WEWENANG ?
Karena urusan tanah itu sebenarnya urusan Kantor BPN PUSAT tetapi dengan pertimbangan untuk memperlancar Pembelian atas anah Negara dapat diadakan Pelimpahan wewenang kepada KANWIL dan Kantor BPN KOTA atau KABUPATEN.

Tanah Negara Meliputi :
  1. Tanah yang belum pernah ada Haknya (Tanah Negara Murni)
  2. Sudah pernah ada haknya dikarenakan terjadi ketentuan-ketentuan perbuatan tertentu maka menjadi TANHA NEGARA
Misalnya : - HGB yang batas waktunya berakhir tetapi tidak diperpanjang
-  Warga Negara Asing yang memperoleh warisan tanpa wasiat yang batas maksimalnya telah berakhir yaitu 1 tahun
-  PT yang melakukan Jual-Beli Tanah Hak Milik
-  Konversi Bekas Hak Barat yaitu, Eigendom, Erfpahct, Hak Opstal jika tidak dikonversi maka batas waktunya hanya 20 tahun  setelah itu menjadi TANAH NEGARA




KULIAH 2
SETELAH MID SEMESTER
H. AGRARIA
Notariat UNDIP semester I
Bp. Chulaemi,SH Sabtu, 10 Desember 2011

JUAL – BELI TANAH

Landasan Hukumnya : PP No. 24 tahun 1997

Jual Beli Tanah dibagi menjadi 2 Tahapan proses, yaitu :

  1. Tahap Pembuatan akta yang dilakukan oleh PPAT
Awalnya Penjual dan Pembeli datang ke kantor PPAT dengan membawa 2 orang saksi, kemudian PPAT membuat akta jual-beli yamg dikehendaki oleh para pihak penghadap.

  1. Tahap Pendaptaran jual-beli di Kantor Pertanahan
Setelah Akta jual-beli selesai dibuat oleh PPAT, maka PPAT wajib untuk mendaftarkan tanah yang akta jual-beli telah dibuatnnya di Kantor Pertanahan wilayah kerja PPAT selambat-lambatnya 7 hari.

COMPERSERE INITIAL REGISTRATION adalah Pendaftaran tanah yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dalam hal ini PP No. 24 tahun 1997.

Kapan Pemindahan Hak Atas Tanah dari Penjual ke Pembeli terjadi ?
Pada saat setelah selesai dibuatnya Akta Jual-Beli oleh PPAT, tidak perlu menunggu keluarnya Sertifikat atas nama Pembeli.

Alasannya :
Bahwa Jual-Beli yang diatur dalam PP. No. 24 tahun 1997 ( Hukum Tanah Nasional), mengambil pengertian Jual-Beli Tanah dari Hukum Tanah Adat, yang menjadi dasar dari Hukum Tanah Nasional sehingga digunakan adalah Jual-Beli Tanah menurut Hukum Hukum Adat.

Jual-Beli Tanah menurut Hukum Adat
·        Jual beli merupakan Hukum Perpindahan Hak Atas Tanah dari penjual ke pembeli dan pembeli membayar tanah yang bersangkutan.
·        Berbeda dengan yang diatur dalam Buku II KUH Perdata menyebut Jual-Beli Tanah dengan PERJANJIAN.
·        Jual-Beli tanah menurut Hukum Adat cukup dilakukan di hadapan Kepala Desa atau Ketua Adat dengan Hak Milik Adat..
·        Pada perkembangannya Jual-Beli Tanah tidak lagi dilakukan dihadapan Kepala Desa atau Ketua Adat tetapi dilakukan oleh Pejabat yang lebih Profesional yaitu PPAT dengan alasan:
1.      Masalah tanah makin lama makin komplek atau rumit
2.      Sumber daya Kepala desa atau Ketua Adat dianggap masih kurang memadahi

Fungsi Pendaftaran Jual-Beli Tanah

Pertanyaannya :
Apa pentingnya jual-beli tanah harus di daftarkan setelah dikeluarkannya Akta Jual-Beli Tanah oleh PPAT, padahal pembeli sudah menjadi pemilik tanah ?

Jawabannya  :
·        Fungsi Pendaftaran Tanah bukan untuk memindahkan Hak Atas Tanah, tetapi untuk memperkuat alat bukti kepemilikan atas tanah oleh Pembeli;
·    Fungsinya karena hanya ada satu nama sertifikat atas tanah, tidak dibuatkan sertifikat baru atas nama pemilik yang baru yang dilakukan hanya pencoretan nama terhadap pemilik lama diganti dengan nama pembeli. Inilah yang disebut dengan perbuatan hukum BALIK NAMA.

PPAT wajib mendaftarkan tanah

Pertanyaan :
Siapa yang harus/wajib mendaftarkan ?

Jawaban :
Menurut PP. No. 24 tahun 1997 yang wajib mendaftarkan tanah adalah PPAT

Alasan :
·        Supaya ada jaminan bahwa setiap ada Jual-Beli tanah itu, akan selalu didaftarkan. Apabla PPAT tidak mendaftarkan maka PPAT akan kena sanksi;
·        Jika berkas Jual-beli atas tanah diserahkan kepada Pembeli ternyata banyak sekali Jual-Beli atas Tanah yang tidak didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
·        Belajar dari PP yang sebelumnya yaitu PP. No 10 tahun 1961 mengatur bahwa yang dapat mendaftarkan Jual-Beli atas tanah yitu : PPAT dan PEMBELI, ternyata banyak Jual-Beli Atas Tanah yang tidak didaftarkan di Kantor Pertanahan.
·        Berlakunya asas COMPERSERE INITIAL REGISTRATION pada PP. No. 24 tahun 1997, dengan maksud yaitu :
1)      Harus PPAT yang mendaftar
2)      Bahwa Jual-Beli Atas Tanah harus berakhir dengan diterimanya SERTIFIKAT Atas Tanah oleh Pembeli
3)      Pendaftaran jual-beli tanah oleh PPAT selambat-lambatnya 7 hari setelah Akta Jual-Beli telah selesai dibuat.

PP No. 24 tahun 1997 merupakan penyempurnaan PP. No. 10 tahun 1961

Pertanyaan :
Sebutkan ketentuan didalam PP No. 24 tahun 1997 yang menyempurnakan PP. No. 10 tahun 1961 ?

Jawaban :
Penyempurnaan terbut dalam beberapa hal yaitu :
1.      Siapa yang harus mendaftar
2.      PP No. 10 tahun 1961 tidak mengatur berapa lama PPAT maupun Pembeli mendaftar ( tidak ada ketentuan Batas Waktu)

SIFAT JUAL-BELI TANAH

Sifat yang diambil oleh Hukum Tanah Nasional yang berasal dari Hukum Tanah Adat yaitu : “SIFAT KONTAN/TUNAI” mengandung pengertian :
Harga tanah dianggap telah dibayar lunas
Meskipun faktanya belum, dianggap sudah dibayar Lunas :
Contoh : A dan B sepakat harga tanah Rp. 10 juta pada saat menghadap PPAT, B sebagai Pembeli baru membayar sejumlah Rp. 8 juta kepada A sebagai Penjual, sisanya dibayar bulan depan.
               Walaupun B baru membayar sejumlah Rp. 8 juta kepada A, karena sifat dari jual-beli tanah itu KONTAN maka dalam pembuatan Akta Jual-beli oleh PPAT dianggap sudah LUNAS, demikian B sebagai Pembeli Tanah dianggap sebagai Pemilik Tanah yang baru.
               Sisa pembayaran yang masih kurang Rp. 2 juta bukan sisa pembayaran atas Tanah yang di beli B tetapi sebagai Hutang B terhadap A dan dianggap tidak ada hungannya dengan jual-beli atas tanah yang bersangkutan.
               Sehingga apabila B sebagai Pembeli tidak melunasi Hutangnya maka TIDAK DAPAT MEMBATALKAN JUAL_BELI TANAH tersebut.

Tetapi serng kali dalam praktek oleh NOTARIS lebih dahulu dibuatkan AKTA PENGIKATAN JUAL_BELI (selama belum lunas) dimana akta ini bersifat Keperdataan.



KULIAH 3
SETELAH MID SEMESTER
H. AGRARIA
Notariat UNDIP semester I
Bp. Chulaemi,SH Sabtu, 17 Desember 2011


 Pada Kuliah Ke 3 Bp. Chulaemi tidak dapat hadir, hanya memberikan tugas ssb :
 

RINGKASAN PENGADAAN TANAH MELALUI ACARA :
PEMBERIAN HAK BARU, PELEPASAN HAK DAN PENCABUTAN HAK


1.      Agar dapat lebih memahami secara benar ketentuan-ketentuan hukum baik berupa norma-norma hukum tertulis maupun yang berlaku sebagai hukum yang tidak tertulis, mengenai Pemerian Hak Baru, Pemindahan Hak, Pelepasan Hak dan Pencabutan Hak atas Tanah, maka harus lebih dahulu memahami mengenai :

a)      KONSEPSI yang melandasi Hukum Tanah Nasional;
b)      ASAS-ASAS yang digunakan
c)      SISTEM PENGATURANNYA

2.      Disamping ketiga hal tersebut juga tidak kalah pentingnya adanya KESADARAN bahwa
Negara Kita adalah “NEGARA YANG BERDASARKAN ATAS HUKUM” seperti yang tegaskan dalam Penjelasan UUD 1945 dan dalam Falsafah PANCASILA.

3.      KONSEPSI
Konsepsi Hukum Tanah Nasional kita dengan rumusan KOMUNAL RELIGIUS, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individu, dengan hak-hak tanah yang bersifat pribadi, dan sekaligus mengandung unsur kebersamaan

4.      ASAS-ASAS
Asas-asas yang berlaku dalam Hukum Tanah Nasional terhadap hak Penguasaan yang diberikan kepada Pemegang Hak atas tanah, meliputi :
a.     Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun, harus dilandasi Hak Atas Tanah yang disediakan oleh Hukum Tanah Nasional;
b.   Penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada landasan haknya, tidak dibenarkan bahkan diancam dengan sanksi pidana;
c.  Penguasaan dan penggunaan tanah yang berlandaskan hak yang disediakan oleh Hukum Tanah Nasional, dilindungi oleh hukum terhadap ganguan dari pihak manapun, baik oleh sesama anggota masyarakat maupun oleh pihak penguasa sekalipun, jika ganguan itu tidak ada landasan hukumnya;
d.      Hukum menyediakan sarana Hukumnya untuk melindungi gangguan yang terjadi melalui :
·    Gugatan Perdata yang ditujukan kepada Pengadilan Negeri atau meminta perlindungan kepada Bupati/Walikota, jika ganguan tersebut dilakukan oleh sesama anggota masyarakat;
·      Jika ganguan terjadi oleh sebab dilakukan Penguasa, gugatan dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
e.  DALAM KEADAAN BIASA, apabila Hak Atas Tanah dibutuhkan oleh siapapun dan untuk kepentingan apapun termasuk didalamnya untuk kepentingan umum, Perolehan tanah yang dihaki seseorang, haruslah melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan, baik mengenai penyerahan tanah kepada yang membutuhkan maupun Imbalan yang harus diterima oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan;
f.      DALAM KEADAAN BIASA, perolehan tanah yang dilakukan oleh pihak yang membutuhkan tanah tidak boleh dengan cara MEMAKSA (PAKSAAN) dalam bentuk apapun dan oleh siapapun dan termasuk dalam hal pemberian imbalan yang tidak disetujui oleh pemilik Hak atas Tanah.  Demikian juga yang berlaku dalam Pasal 1404 KUH Perdata mengenai Penawaran Pembayaran yang dikiuti dengan Konsinyasi pada Pengadilan Negeri;
g.  DALAM KEADAAN MEMAKSA, jika tanah yang dimiliki oleh seseorang, dibutuhkan untuk kepentingan umum, dan tidak mungkin menggunakan tanah yang lain, bersamaan dengan itu musyawarah yang telah dilakukan tidak menghasilkan kesepakatan, DAPAT DILAKUKAN PENGAMBILAN SECARA PAKSA, dalam arti tidak perlu persetujuan dengan pemegang Hak atas tanah, melalui acara PENCABUTAN HAK yang diatur dalam UU No. 20 tahun 1961;
h.      Upaya untuk memperoleh atau pengambil alihan Hak Atas Tanah, baik melalui KESEPAKATAN atau PENCABUTAN, maka Pemegang Hak Atas Tanah , berhak memperoleh imbalan atau ganti kerugian bukan hanya mengenai tanah, bangunan dan tanamannya, melainkan juga kerugian-kerugian lain yang disebabkan penyerahan tanah yang bersangkutan;
i.         Akibat dari Pencabutan Tanah untuk kepentingan umum ini, tidak boleh menyebabkan pemegang Hak Atas Tanah tersebut mengalami kemunduran, baik dalam bidang sosial maupun ekonominya.

5.      SISTEM PENGATURANYA
Pada proses memperoleh tanah yang diperlukan, dibutuhkan cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Dimana cara tersebut tersusun dalam sistem pengaturannya. Sistem pengaturan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa :
1.      Apakah status tanah yang tersedia merupakan TANAH NEGARA atau TANAH HAK
2. Jika status tanah yang tersedia TANAH HAK. Apakah Pemegang Hak Atas Tanah tersebut BERSEDIA atau TIDAK BERSEDIA untuk menyerahkan atau memindahkan Hak Atas Tanahnya tersebut.
3. Apabila pemegang Hak Atas Tanah tersebut BERSEDIA, Apakah PIHAK YANG MEMERLUKAN Tanah yang dimaksud tersebut MEMENUHI SYARAT atau TIDAK MEMENUHI SYARAT sebagai Pemegang Hak Atas Tanah yang bersangkutan.

Berdasarkan Kriteria tersebut, maka disusunlah SISTEM PEROLEHAN TANAH, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan umum.  Sistem ini dibedakan menjadi 2 (dua) jenis status Tanah yaitu :
1.      Status TANAH NEGARA
Jika yang tersedia Tanah Negara maka harus ditempuh dengan acara PERMOHONAN HAK BARU.
2.      Status TANAH HAK
Bagi status TANAH HAK maka cara untuk memperoleh Tanah ini deibedakan menjadi 2 (dua) cara, yaitu :
1)      Musyawarah untuk mencapai Kesepakatan
Proses penyerahan tanah yang dilakukan dengan mengadakan persetujuan bersama serta kata sepakat berikut imbalannya. Pada cara Musyawarah untuk mencapai kesepakatan ini dibedakan berdasarkan, Pihak yang membutuhkan Tanah, antara lain :
a.       Acara PEMINDAHAN HAK
Acara Pemindahan Hak atas Tanah dilakukan apabila pihak yang membutuhkan tanah tersebut MEMENUHI syarat sebagai PEMEGANG HAK atas tanah yang bersangkutan;
b.      Acara PELEPASAN HAK
Acara Pelepasan Hak dilakukan apabila pihak yang membutuhkan tanah tersebut memenuhi TIDAK memenuhi syarat sebagai PEMEGANG HAK atas tanah yang bersangkutan;

2)      Pencabutan Hak Atas Tanah
Pencabutan Hak Atas tanah dapat dilakukan apabila musyawarah tidak mencapai kata sepakat, dengan tujuan penggunaan tanah tersebut untuk Kepentingan umum dan tidak dapat digantikan dengan tanah lainnya. (UU No. 20 tahun 1961/PP NO. 39 tahun 1973).



KULIAH KE 4
Setelah Mid Semester 1
Hari/Tanggal : Sabtu, 07 Januari 2012

PENDAFTARAN TANAH

             I.      Aturan Pelaksana sebagai ketentuan yang digunakan :

1.      KEPRES NO 65 TAHUN 2006
2.      PERATURAN BADAN PERTANAHAN NASIONANL NO. 1 TAHUN 2011

          II.      Ciri khas Pendaftaran Tanah di Indonesia
1.      Dilaksanakan oleh Kantor Badan Pertanahan Kota atau Kabupaten
Pendaftaran Tanah di Indonesia Pelaksanaannya di lakukan bukan oleh BPN Pusat dengan alasan karena adanya Struktur Kerja di BPN, yang meliputi :
-         Kantor BPN Pusat
-         Kantor BPN Kota
-         Kantor BPN Kabupaten
2.      Pada Pendaftaran Tanah menghasilkan hanya 1 (satu) ALAT BUKTI untuk 1 (satu) bidang Tanah, yaitu berupa SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH, sebagai bukti kepemilikan tanah

       III.      Pendaftaran Tanah meliputi 3 (tiga) KEGIATAN (LANGKAH) POKOK yaitu :

1.      Mengumpulkan Data Fisik Tanah

Yang dimaksud dengan DATA FISIK adalah Data mengenai fisik Tanah. Pada kegiatan mengumpulkan data fisik tanah dengan tahapan-tahapan yang berurutan,yaitu :

-   Tahap  ke 1 (Pertama)     :  Mengumpulkan Data mengenai LETAK TANAH yang akan didaftarkan;
-   Tahap ke 2 (Kedua)         :  Mengumpulkan Data mengenai BATAS-BATAS TANAH yang akan didaftarkan;
-   Tahap ke 3 (Tiga)            :  Mengumpulkan Data mengenai LUAS TANAH yang akan didaftarkan;
-   Tahap ke 4 (Empat)         : Mengumpulkan data mengenai ADA ATAU TIDAKNYA BANGUNAN diatas tanah yang akan didaftarkan.

Tahpan-tahapan dalam mengumpulkan data fisik tanah ini, HARUS BERURUTAN tidak boleh dibolak-balik

Dari kesluruhan langkah-langkah dalam kegiatan mengumpulkan data fisik tanah telah selesai, maka akan menghasilkan SURAT UKUR.

SURAT UKUR. Adalah skema atau denah 1 (satu) bidang tanah yang berisi tentang DATA FISIK TANAH yang bersangkutan.

CONTRADITOIR DELIMITASI
Larangan bagi Petugas Pengumpul data tanah, pada saat acara untuk menentukan batas-batas tanah yang sedang di ukur tidak boleh hanya percaya kepada Pemohon, sehingga pada saat menentukan batas tanah tidak boleh berdasarkan yang ditunjuk Pemohon tetapi harus dengan PERSETUJUAN TETANGGA. Tujuannya agar setelah menghasilkan Sertifikat tidak terjadi sengketa batas.

2.      Mengumpulkan Data YURIDIS atau data HUKUM  (ASPEK HUKUM)
Pada kegiatan mengumpulkan data Yuridis tanah dengan tahapan-tahapan yang berurutan,yaitu :

-   Tahap ke 1 (Pertama)      :  Mengumpulkan Data mengenai STATUS TANAH yang akan didaftarkan;
-   Tahap ke 2 (Kedua)         :  Mengumpulkan Data mengenai PEMILIK TANAH yang akan didaftarkan;
-   Tahap ke 4 (Empat)         : Mengumpulkan data mengenai ADA ATAU TIDAKNYA BEBAN-BEBAN HAK LAIN diatas tanah yang akan didaftarkan.

Tahapan-tahapan dalam mengumpulkan data fisik tanah ini, HARUS BERURUTAN tidak boleh dibolak-balik.

Dari kesluruhan langkah-langkah dalam kegiatan mengumpulkan data fisik tanah telah selesai, maka akan menghasilkan BUKU TANAH.

BUKU TANAH  adalah Isian dari 1 (satu) bidang tanah yang berisi Data Yuridis, meliputi : Status, Pemilik dan ada tidaknya beban-beban hak lain diatas tanah yang bersangkutan.

3.      Pemprosesan Pembuatan Sertifikat Hak Atas Tanah

Pada garis besarnya Proses pembuatan Sertifikat Hak Atas Tanah adalah kegiatan Penyalinan BUKU TANAH yang didalamnya dilampirkan DATA FISIK yang didasarkan pada SURAT UKUR. Yang dijilid menjadi satu dan disampuli dengan gambar GARUDA menghasilkan SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH.

PERTANYAAN   :
   Apa yang dapat dibuktikan dengan pasti dari Sertifikat Hak Atas Tanah ?
JAWAB                : 
                     Karena Sertifikat Hak Atas tanah adalah Buku Tanah yang disalin sehingga memberikan pembuktian secara pasti dengan dilampiri :
a.       DATA YURIDIS yang meliputi : Status, Pemilik dan ada atau tidaknya beban-beban hak lain dari tanah yang bersangkutan
b.      DATA FISIK yang meliputi : Letak, Pemilik, Luas dan ada atau tidaknya bangunan diatas tanah yang bersangkutan

        IV.      Kegiatan Pendaftaran Tanah adalah Kegiatan yang TERATUR dan TERUS MENERUS
1.      Kegiatan yang Teratur
Pada setiap Kegiatan Pendaftaran Tanah sudah dilandasi dengan aturan-aturan Hukumnya, yaitu :
-         Ketentuan umum diatur dalam Pasal 19 UU Pokok Agraria, kententuan sebagai landasan hukum Pendaftaran Tanah, yaitu Pasal 23 tentan Hak Milik, Pasal 32 tentang HGU, Pasal 38 tentang HGB dan ketentuan mengenai HAK PAKAI awalnya tidak di atur dalam UUPA hanya diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1965 dan Peraturan Menteri Agraria No. 1 tahun 1966.
-         Peraturan Pelaksana diatur dalam PP No. 10 tahun 1961 yang kemudian diganti dengan PP No. 24 tahun 1997 sampai sekarang

2.      Kegiatan yang Terus Menerus

Kegiatan terus menerus dapat digambarkan sebagai berikut :

Ada seseorang yang memiliki sebidang tanah yang belum disertai dengan Sertifikat, kemudian seseorang tersebut mendaftarkan tanahnya sehingga tanahnya telah disertai dengan Sertifikat.  Apakah orang tersebut setelah memperoleh sertifikat atas tanahnya, terhadap tanah tersebut urusannya selesai sampai disitu ? TIDAAKKK karena :
-         Apabila seseorang tersebut bermaksud untuk menjual tanah yang sudah bersertifikat
-         Apabila seseorang tersebut meninggal dunia maka Hak atas tanah tersebut melalui pewarisan berpindah.

Jadi, dari gambaran diatas, maka setiap ada perbuatan hukum terhadap hak atas tanah harus diikuti dengan pendaftaran kembali agar supaya Aspek Hukum/Yuridisnya sesuai dengan faktanya dan hal ini berjalan terus menerus pada setiap perbuatan hukum terhadap tanah.

Sekali tanah itu didaftarkan maka jika ada perubahan baik Status, Pemilik, Luas, maupun batas-batasnya harus selalu diikuti dengan pendaftaran dan begitu seterusnya sehingga pendaftaran tidak berhenti ketika pendaftaran pertama selesai

           V.      Tujuan Pendaftaran Hak Atas Tanah

Menurut ketentuan Pasal 19 UUPA tujuan dari pendaftran tanah adalah untuk menjamin Kepastian Hukum, yaitu Kepastian Hak Atas Tanah. Kepastian Hukum mengenai 2 (dua) hal yaitu : DATA YURIDIS dan DATA FISIK. Proses pendaftaran yang bertujuan untuk memperoleh Kepastian Hukum dalam bentuk Sertifikat Hak Atas Tanah Ini, disebut PENDAFTARAN LEGAL CADASTRE.

Kepastian Hukum pada pendaftaran atas tanah, ditujukkan untuk kepentingan, sebagai berikut :
-         Pemilik Hak Atas Tanah = Pemilik tanah dengan mudah membuktikan Hak Atas Tanahnya, Jika ada gugatan atau gangguan dari pihak lain;
-         Pihak-Pihak yang berkepentingan, terhadap Hak Atas Tanah yang dikuasai seseorang. Pada umumnya pihak yang berkepentingan adalah Bank, Calon Pembeli;
-         Kepentingan Pemerintah yang bertujuan untuk tertib administrasi pertanahan dan untuk kepentingan Perencanaan Pembangunan.

Sebelum kita memberlakukan UUPA, dikenal PENDAFTARAN FISCAL CADASTRE adalah Proses Pendataan Tanah yang bertujuan untuk mengumpulkan data atas tanah untuk kepentingan penarikan pajak atas tanah. Pada Proses ini Pemilik Tanah diberi bukti berupa PETHUK di Jawa Tengah, Girik di Jawa Barat dan Jakarta dan lain sebagainya. Sedangkan Fiscal Cadastre ini tujuan utamanya untuk kepentingan Pemberintah yaitu untuk Pembayaran Pajak Negara.

Perbedaan LEGAL CADASTRE dengan FISCAL CADASTRE

LEGAL CADASTRE
FISCAL CADASTRE
Tujuan untuk menjamin Kepastian Hukum Hak atas Tanah terhadap Pemilik Tanah, Pihak yang berkepentingan dan Pemerintah
Tujuan mengumpulkan data atas tanah untuk penarikan Pajak yang bertujuan untuk kepentingan Pemerintah saja.
Pemilik Hak atas Tanah memgeang sertifikat sebagai bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah
Pemilik tanah diberikan Girik, Pethuk dan lain sebaginya bukti sebagai wajib pajak atas kepemilikan tanah
Untuk kepentingan Pemilik Tanah
Untuk kepentingan Pemerintah

        VI.      Tahapan Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah dibagi menjadi 2 (dua) tahapan, yaitu :

1.      INITIAL REGRISTRATION (Pendaftaran untuk Pertama Kali)
Pada Initial Regristration Pendaftaran Tanah yang dilakukan untuk tanah yang belum disertai dengan Sertifikat Hak Atas Tanah.
Pada Initial Regristration ini dibedakan menjadi dua sistem Pendaftaran Atas Tanah, yaitu :

1)      Pendaftaran Tanah secara SISTEMATIK
Pendaftaran Tanah yang dilakukan atas dasar INISIATIF dari masing-masing PEMILIK TANAH (PERORANGAN )

2)      Pendaftarn Tanah secara SPORADIK
Pendaftaran Tanah yang dilakukan atas dasar INISIATIF datang dari Pemerintah dengan suatu Proyek Pendaftaran Tanah yang belum bersertifikat,  misal : PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria)

Dari Perbedaan Pokok ini menimbulkan SUB Perbedaan yang berpangkal dari masalah :
-         Pembiayaan
SISTEMATIK  :  Pembiayaan dibebankan pada Pemilik Tanah
SPORADIK      :  Pembiayaan merupakan beban yang ditanggung oleh Pemerintah
                                                  
-         Lokasi
SISTEMATIK  :  Pemilihan Lokasi adalah Pemilik Tanah
SPORADIK      :  Lokasi untuk Pendaftaran ini ditentukan oleh Pemerintah

-         Waktu Penyelesaian
SISTEMATIK  :  Penyelesaiannya lebih lambat
SPORADIK      :  Penyelesaiannya lebih Cepat

-         Panitia Pendaftaran
SISTEMATIK  :  Tidak ada Panitia
SPORADIK      :  Ada, dan dibentuk oleh Pemerintah

Sub Perbedaan antara Pendaftaran SISTEMATIK dengan SPORADIK

SISTEMATIK
SPORADIK
Pembiayaan dibebankan pada Pemilik Tanah
Pembiayaan merupakan beban yang ditanggung oleh Pemerintah
Pemilihan Lokasi adalah Pemilik Tanah
Lokasi untuk Pendaftaran ini ditentukan oleh Pemerintah
Waaktu penyelesaiannya lebih lambat
Waktu penyelesaiannya lebih Cepat
Panitia Pendaftaran Tidak Ada
Pantia Pendaftaran Ada yaitu Pemerintah

2.      MAINTANANCE REGRISTRATION (Pendaftarn Perubahan)

Pendaftaran Tnah yang sudah disertai dengan sertifakat Hak Atas Tanah. Pendaftaran ini dilakukan karena adanya Perbuatan Hukum tertentu terhadap tanah. Pendaftaran in juga berfungsi untuk Pemeliharaan Data Tanah.



Share

0 comments:

Post a Comment