CATATAN KULIAH KE 1
HUKUM KELUARGA DAN HARTA PERKAWINAN (HKP)
SETELAH MID SEMESTER
Bp. Yunanto, SH, MS
Minggu, 11 Desember 2011
BEBAN (PASSIVA) HARTA PERSATUAN
Diatur dalam Pasal 121 dan 122 KUH Perdata :
Pasal 121 : Sekedar mengenai beban-bebannya persatuan itu meliputi segala utang suami-istri masing-masing yang terjadi, baik sebelum, maupun sepanjang perkawinan
Pasal 122 : Segala hasil dan pendapatan, sepertipun segala utang dan rugi sepanjang perkawinan harus diperhitungkan atas mujur malang persatuan.
Hutang Persatuan meliputi :
- Hutang Persatuan (beban Persatuan )
- Hutang menjadi beban ahli waris (segala sesuatu yang membebani Ahli Waris)
Pasal 123 : Segala utang kematian, terjadi setelah matinya, harus dipikul oleh ahli waris dari si yang meninggal sendiri
Beban Kematian :
Beban atau biaya yang dikeluarkan ketika suami atau istri meninggal dan bukan menjadi Beban Persatuan
A dan B melakukan perkawinan dengan persatuan bulat dengan meninggalkan 2 orang anak sah yaitu C dan D. Kemudian A meninggal dunia. Keadaan Harta pada saat A meninggal berjumlah Rp. 100 juta, dengan keuntungan persatuan sebesar Rp. 65 juta, ongkos obat-obatan dan biaya Rumah Sakit Rp. 6 juta, dengan honor dokter sebesar Rp. 2 juta, ongkos pencatatan boedel sebesar Rp. 2 juta, terakhir biaya pemakaman sebesar Rp. 2 juta
Bagiamanakah menyelesaikan pembagian harta kekayaan perkawinan tersebut ?
- Beban Persatuan dicari lebih dahulu, yaitu :
1) Ongkos obat-obatan dan biaya Rumah sakit Rp. 6 juta
2) Honor dokter Rp. 2 juta
3) Ongkos pencatatan boedel Rp. 2 juta
------------ +
Rp.10 juta
- Beban Ahli Waris
§ Biaya pemakaman Rp. 2 juta
- Bagian A dan B masing-masing :
½ x harta persatuan yatu Rp. 100 juta Rp.50 juta
½ x untung persatuan yaitu Rp. 64 juta Rp.32 juta
------------ +
Rp.82 juta
- Kemudian dikurangi dengan Beban Persatuan, yaitu :
½ x beban persatuan sebesar Rp. 10 juta Rp. 5 juta
------------ -
Sehingga bagian masing-masng ahli waris sebesar Rp.77 juta
- Harta A sebesar Rp. 77 juta, karena A meninggal maka
berubah menjadi Harta waris, setelah menjadi harta
waris maka harata A dikurangi Biaya pemakaman sebesar Rp. 2 juta
------------ -
Rp.75 juta
- Sehingga bagian ahli waris masing masing sebesar
Rp. 75 juta : 3 (B,C dan D) Rp. 2,5 juta
- Pada akhirnya B sebagai istri mendapat
Rp. 77 juta + 25 juta Rp. 102 juta
(Karena istri kedudukannya dalam Persatuan Harta
Perkawinan (PHK) dan sebagai Ahli Waris gol. I)
Prinsip UU menyangkut Persatuan Bulat Harta Kekayaan Perkawinan, adalah :
“Bahwa seluruh harta kekayaan suami-istri seberapa mungkin masuk dalam persatuan”
Dalam persatuan bulat, dimungkinkan adanya harta pribadi. Harta ini diperoleh dengan Cuma-Cuma dengan ketentuan pewaris atau penghibah dalam memberikan benda-benda tersebut memberikan
“SYARAT BAHWA BENDA_BENDA TERSEBU TIDAK MASUK PERSATUAN”
Hal ini tidak berlaku atau tidak sah apabila mencakup terhadap Legitime Portie (Hak Mutlak) bukan karena Batal demi Hukum tetapi dapat dibatalkan atas tuntutan yang berkepentingan.
CATATAN KULIAH KE 4
HUKUM KELUARGA DAN HARTA PERKAWINAN (HKP)
Minggu, 8 Januari 2012
Kuliah ke 2 membahas Soal Mid semester dan ke 3 Kosong
BENDA DAN HUBUNGAN HUKUM YANG SANGAT PRIBADI
Intinya :
Ada hubungan hukum antara suami-istri dengan pihak ketiga, di lain pihak hubungan hukum antara suami- istri ada yang bersifat sangat pribadi, dan melekat pada suami atau istri yang bersangkutan dengan tidak dapat dilepaskan dari kepribadian suami atau istri itu.
Terjadinya hubungan yang sangat erat dengan harta benda pribadi ini karena pada prinsipnya persatuan bulat seberapa mungkin benda dalam perkawinan jika dapat dinilai dengan uang maka masuk dalam persatuan bulat, sehingga hanya benda yang memiliki hubungan yang sangat pribadi dengan suami atau istri saja yang tidak masuk dalam harta persatuan bulat.
Hak dan Kewajiban terhadap benda yang memiliki hubungan hukum yang sangat pribadi :
1. Hak dan kewajiban terhadap benda yang dapat dinilai dengan uang
Hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang masuk dalam Harta Persatuan.
Contoh : - Hak adalah Gaji suami atau Istri masuk dalam HARTA PERSATUAN
- Kewajiban adalah Uang Iuran suatu Perkumpulan masuk kedalam BEBAN PERSATUAN
2. Hak dan kewajiban terhadap benda yang tiakdapat dinilai dengan uang
Hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang tetap menjadi hubungan hukum Suami atau Istri (Tidak Masuk ke dalam Harta Persatuan)
Contoh : - Hak adalah menghadiri rapat-rapat
- Kewajiban adalah Menggantikan Istri yang ijin kerja
Dengan demikian, Apabila Perkawinan Putus, maka Gaji Suami/istri tetap masuk kedalam harta persatujuan sampai dengan Perkawinan dinyatakan Putus (Terjadi Perceraian), Sedangkan Perjanjian Kerja suami/istri dengan Tempat kerjanya tetap merupakan perjanjian kerja suami atau istri dan tidak turut dibagi.
PENGURUSAN PERSATUAN HARTA KEKAYAAN
Ketentuan Pasal 124 KUH Perdata mengatur, bahwa :
1. Suami sendiri harus mengurus Harta Kekayaan Persatuan.
2. Ia diperbolehkan menjual, memindahtangankan dan membebaninya, tanpa campur tangan Si Istri kecuali dalam hal tercantum dalam ayat ke tiga pasal 140.
Pasal 124 ayat 2 KUH Perdata ini sering menimbulkan multi tafsir, pada tingkat Mahkamah Agung, karena kewenangan-kewenangan suami tersbut merupakan kewenangan-kewenang untuk MEMUTUS yang tidak memerlukan perstujuan atau ijin Si Istri. Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam UU Perkawinan dimana Kedudukan Suami dan Istri Seimbang.
Pasal 124 ayat 2 KUH Perdata mengatur bgitu luasnya kewenangan suami terhadap harta benda persatuan, di dasarkan ketentuan bahwa :
1. Dalam Perkawinan menurut KUH Perdata kedudukan Suami sebagai KEPALA KELUARGA
2. Seorang Wanita setelah kawin sebagai istri dinyatakan TIDAK CAKAP melakukan Perbuatan Hukum. (Sudah dicabut dengan SEMA No. 3 tahun 1963)
CATATAN KULIAH KE 5
HUKUM KELUARGA DAN HARTA PERKAWINAN (HKP)
Minggu, 14 Januari 2012
PUTUSNYA PERSATUAN HARTA PERKAWINAN
Putusnya Harta Persatuan diatur dalam Pasal 126 ayat 1 KUH Perdata, bahwa :
Persatuan demi hukum menjadi bubar :
1. Karena Kematian
2. Karena berlangsungnya suatu perkawinan atas ijin Hakim, setelah adanya keadaan tak hadir si Suami
3. Karena Perceraian
4. Karnea perpisahan tentang meja dan ranjang
5. karena perpisahan harta benda
Persatuan Putus Karena Kematian
Apabila persatuan harta terputus karena meninggalnya suami/istri, kemudian ada anak-anak ang belum dewasa maka kepentingan si anak-anak tersebut harus dilindungi
Dalam hal ini suami/istri yang hidup terlama diwajibkan membuat pendaftaran akan barang-barang yang merupakan BAGIAN PERSATUAN (Boede biehrijaring/catatan boedel), yaitu dalam jangka waktu 3 bulan setelah suami/istri meninggal ( Pasal 127 KUH Perdata)
Pembuatan catatan boedel
Pembuatan catatan boedel ini dapat dilakukan dengan cara :
1. Dibuat secara tertulis bisa berupa akta dibawah tangan maupun akta otentik;
2. Harus dengan kehadiran WALI PENGAWAS
Sanksi Kelalaian membuat catatan Boedel
Dikenakan 2 (dua) sanksi diatur dalam Pasal 127 jo Pasal 315 KUH Perdata, yaitu :
1. Kehilangan Hak nikmat Hasil
2. Persatuan harta jalan terus jika persatuan tersebut mengutungkan si Anak, Jika dengan jalan terus tersebut Harta Persatuan justru merugikan kepentingan si anak, maka dianggap persatuan harta tersebut telah terputus pada saat ayah atau ibu si anak meninggal dunia
2 (dua) Cara Penghitungan Harta Persatuan di dasarkan pada sanksi kelalaian membuat catatan boedel
Dalam hal suami/istri yang hidup terlama lalai untuk membuat catatan boedel terhadap harta persatuan yang ditinggalkan, maka cara penghitungannya memakai cara :
Contoh perhitungan :
Harta Persatuannya : Rp. 120.000.000
Juni 1959 A menerima Warisan : Rp. 180.000.000
Maret 1959 C menerima warisan : Rp. 30.000.000
Apirl 1960 A kehilangan harta : Rp. 10.000.000
Pada tahun 1961 C sudah Dewasa karena sudah lebih dari 18 tahun
Harta persatuan dibagi antara A dan C
A. Jika dalam waktu 3 bulan A membuat catatan Boedel, maka perhitungannya adalah :
Yang diterima A sebesar :
½ + (1/2 x ½) = ¾ x 120.000.000 = Rp. 90.000.000
1959 terima warisan sebesar = Rp.180.000.000 (+)
Jumlah = Rp.270.000.000
1959 Kehilangan harta = Rp. 10.000.000 (-)
Jadi jumlah yang diterima A = Rp.260.000.000
Kemudian yang diterima C sebesar :
1/4 x 120.000.000 = Rp. 30.000.000
1959 terima warisan sebesar = Rp. 30.000.000 (+)
Jadi jumlah yang diterima C = Rp. 60.000.000
B. Jika dalam waktu 3 bulan A TIDAK membuat catatan Boedel, maka perhitungannya dapat dengan 2 (dua) cara, yaitu :
1. Dengan cara perhitungan PONSTANSTELSEL
Yang diterima A sebesar :
½ + (1/2 x ½) = ¾ x 120.000.000 = Rp. 90.000.000
1959 terima warisan sebesar :
¾ x 180.000.000 = Rp.135.000.000 (+)
Jumlah = Rp.225.000.000
1959 Kehilangan harta = Rp. 10.000.000 (-)
Jadi jumlah yang diterima A = Rp.215.000.000
Kemudian yang diterima C sebesar :
1/4 x 120.000.000 = Rp. 30.000.000
Bagian warisan dari A sebesar :
¼ x 180.000.000 = Rp. 45.000.000
1959 terima warisan sebesar = Rp. 30.000.000 (+)
Jadi jumlah yang diterima C = Rp.105.000.000
Sistem ini di Indonesia tidak dipakai karena dianggap terlalu berat sanksinya
2. Dengan cara perhitungan SALDOSTELSEL
Karena pada tahun 1961 C sudah DEWASA maka seluruh harta persatuan dijumlah dikurangi beban persatuan maka akan ketemu SALDO Harta Persatuan.
Saldo Harta Persatuan :
Harta Persatuannya : Rp. 120.000.000
Juni 1959 A menerima Warisan : Rp. 180.000.000
Maret 1959 C menerima warisan : Rp. 30.000.000(+)
Jumlah : Rp. 330.000.000
Apirl 1960 A kehilangan harta : Rp. 10.000.000(-)
SALDO PERSATUAN : Rp. 320.000.000
A akan menerima sebesar :
¾ x 320.000.000 = Rp. 240.000.000
B akan menerima sebesar :
¼ x 320.000.000 = Rp. 80.000.000
CATATAN KULIAH KE 6
HUKUM KELUARGA DAN HARTA PERKAWINAN (HKP)
Minggu, 22 Januari 2012
PERTANGGUNG JAWABAN TERHADAP UTANG-UTANG PERSATUAN
Dasar Pembagiannya diatur dalam Pasal 128 ayat 1 KUH Perdata, yang berbunyi :
“Setelah bubarnya persatuan, maka harta benda kesatuan dibagi 2 (dua) antara suami dan istri, atau antara para ahli waris mereka masing-masing, dengan tak memperdulikan soal dari pihak yang manakah barang itu diperolehnya”.
Jadi dalam KUH Perdata : Jika persatuan itu putus maka dibagi 2 (dua) antara suami dan istri sama besar.
Pada UUP : Tidak diatur secara eksplisit sehingga Hakim dalam memutus perkara mengenai hal ini, sering kali berdasarkan pada Yurisprudensi.
Asas yang dipakai oleh UUP itu bahwa kedudukan Istri dan Suami itu seimbang .
Asas Nilai-nilai Keadilan : Harta persatuan dibagi 2 (dua) sama besar ini belum tentu memenuhi rasa keadilan yang subtantif, karena belum tentu kedua belah pihak yaitu Suami atau Istri SEIMBANG dalam merawat dan memperoleh Harta Persatuan
Dari dasar pertimbangan tiga hal diatas, maka dapat menjadi pertimbangan bagi Hakim untuk memutus TIDAK dibagi 2 (dua) SAMA BESAR, sepanjang mempertimbangkan asas dan Nilai Keadilan Subtantif
Pembagian Persatuan :
- Terputusnya persatuan tidak berarti bahwa Harta Kekayaan itu sudah dibagi;
- Hanya saja setelah saat persatuan putus suami/istri (atau para ahli waris mereka) boleh menuntut agar diadakan pemecahan dan pembagian.
- Pada pokoknya masing-masing pihak memperoleh 50% dari milik bersama itu
- Termasuk di dalam Harta Persatuan yang dibagi adalah AKTIVA (LABA) dan PASIVA (Utang) dari persatuan dibagi sama besar yaitu masing-masing 50%.
- Terhadap Beban Persatuan (PASIVA/UTANG) ahli waris berhak untuk menolak.
Dalam PASIVA (Utang) Persatuan ada 2 hal pokok urusan antara suami dan istri, yaitu :
1. Pasiva yang merupakan urusan INTERN antara suami dan Istri
Dalam urusan intern ini harus ada KONTRIBUSI dari Suami dan Istri secara seimbang. Masing-masing memikul sebesar 50% dari pasiva intern ini.
Contoh gambaran : Apabila pihak Suami membayar 100% dari suatu utang urusan Intern ini,maka pihak Istri harus mengganti sejumlah 50% kepada pihak Suami terhadap Pasiva Intern tersebut.
2. Pasiva yang merupakan urusan EKTERN yaitu dengan Pihak ke 3 (tiga), yang biasa disebut sebagai OBLIGATION
Selain terdapat Pasiva yang merupakan urusan Intern terdapat juga dalam Persatuan Harta berupa Pasiva yang merupakan urusan Ektern atau kepada pihak Kreditor (pihak ke 3).
Jika terjadi hal demikian maka pasiva terhadap kreditor ini dibebankan pada Harta Persatuan Perkawinan dan apabila Harta persatuan perkawinan tidak memenuhi untuk melunasi Pasiva kepada Kreditor dapat diambilkan dari Harta Pribadi suami atau Istri diluar Harta Persatuan (OBLIGATION). Harta Pribadi suami atau Istri dapat dilelang untuk membayar utang-utang kepada pihak Kreditor (Hal mana mengingat pasal 1131 KUH Perdata)
Pembayaran utang harta perkawinan yang diambil dari harta pribadi suami atau istri maka salah satu pihak suami atau istri yang tidak diambil harta pribadinya berkewajiban untuk mengembalikan sebesar 50% dari harta suami atau Istri yang digunakan untuk membayar utang kepada pihak Kreditor.
0 comments:
Post a Comment