Wednesday, February 22, 2012

TUGAS HKP ( ANALISA AKTA PERJANJIAN PERKAWINAN )

Analisis Akta Perjanjian Perkawinan ini, dilakukan terhadap Akta Nomor 1 yang dibuat dihadapan Notaris Slamet Sentosa di Semarang, pada tanggal 02 Nopember 2011 dan telah di register umum di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Semarang tanggal 02 Nopember 2011. Sehingga akta perjanjian perkawinan ini sah dan berlaku efektif terhadap kedua belah pihak yaitu calon suami atau istri dan berlaku juga terhadap pihak ketiga dalam perkawinan.


A.     ANALISIS AKTA PERJANJIAN KAWIN
Akta Perjanjian Kawin pada Akta Nomor 1 yang dibuat dihadapan Notaris Slamet Sentosa di Semarang , pada tanggal 02 Nopember 2011, bedasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam KUH Perdata

1.      Landasan Hukum
Akta Perjanjian Kawin tersebut mendeskripsikan kepada Perjanjian kawin yang menyimpangi ketentuan Pasal 119 KUH Perdata yaitu mulai pada saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan istri sepanjang mengenai hal itu .tidak diadakan perjanjian kawin.
Perjanjian Kawin yang dimaksud dalam akta tersebut TIDAK  menghendaki terjadinya persekutuan harta benda Perkawinan. Hal mana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 akta tersebut yang menyebutkan bahwa :

”Antara suami-istri tidak akan terjadi campur/persatuan harta, sehingga semua campur harta, baik campur harta lengkap maupun campur harta untung rugi dan campur hasil pendapatan dengan tegas DITIADAKAN”

Dengan mengadakan perjanjian kawin ini maka calon suami dan istri dalam beberapa hal pengaturan akta ini, bertujuan untuk menyimpangi persatuan harta kekayaan yang telah diatur dalam KUH Perdata (Pasal 139 KUH Perdata). Dimungkinkannya penyimpangan terhadap ketentuan pasal 119 KUH Perdata ini maka pada dasarnya asas yang digunakan dalam perjanjian kawin merujuk kepada asas-asas umum yang diatur dalam perikatan (Verbintenis).
Pasal 1 ayat 1 Akta Nomor 1 Notaris Slamet Sentosa di Semarang, pada tanggal 02 Nopember 2011 tentang perjanjian kawin tersebut, menunjukan bahwa perjanjian kawin yang dibuat oleh calon suami atau istri yang dimaksud dalam akta tersebut, menghendaki adanya Pemisahan Mutlak Persatuan/campur harta dalam perkawinannya. Pasal ini telah sesuai dengan Pasal 144 KUH Perdata yang mengatur bahwa :

”Ketiadaan persatuan harta kekayaan tidak berarti tak adanya persatuan untung dan rugi, kecuali jika ini pun kiranya dengan tegas ditiadakannya

2.      Jenis-Jenis Harta dalam Perkawinan
Pada perjanjian kawin dengan pemisahan mutlak harta persatuan, secara teoritis dikelompokan menjadi 2 (dua) jenis harta dalam perkawinan, yaitu :
a.       Harta Pribadi Suami
Yang termasuk kedalam harta pribadi suami adalah harta bawaan suami, hutang bawaan suami dan harta cuma-cuma yang diperoleh suami sepanjang perkawinan.
b.      Harta Pribadi Istri
Yang termasuk kedalam harta pribadi istri adalah harta bawaan istri, hutang bawaan istri dan harta cuma-cuma yang diperoleh istri sepanjang perkawinan.
Pada akta ini juga telah diatur mengenai jenis-jenis barang apa saja yang merupakan milik calon suami atau istri. Pasal 1 ayat 2 Akta tersebut menyebutkan:

”Berhubung dengan ketentuan ayat pertama pasal ini, maka suami dan istri tetap memiliki harta bawaannya ke dalam perkawinan mereka dan yang diperoleh masing-masing selama perkawinanan itu, demikian pula semua harta yang diperoleh masing-masing karena penggantian, karena penukaran, atau yang didapat karena cara lain,”

Kemudian pada pasal 1 ayat 3 akta tersebut juga telah menerangkan bahwa :
”semua utang yang dibawa oleh suami atau istri ke dalam perkawinan mereka, maupun yang dibuat oleh mereka selama perkawinan, tetap akan menjadi tanggungan (dipikul oleh) suami atau istri masing-masing yang telah membawa, membuat atau yang menerima utang-utang itu.”

3.      Bentuk Harta Perkawinan
Bentuk harta perkawinan dalam perjanjian kawin dengan pemisahan mutlak harta campur atau persatuan, terhadap barang-barang yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya dan utang-utang yang tidak didaftarkan masuk ke dalam buku besar tentang perutangan umum, misal : tidak didaftarkan dalam Kantor Fidusia, Tanah sebagai jaminan utang tanpa hak tanggungan. Harus dicantumkan ke dalam Perjanjian Kawin, atau dengan surat pertelaan, yang ditanda tangani oleh Notaris dan ditempelkan pada akta asli perjanjian kawin  serta harus di daftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri yang bersangkutan. (Pasal 150 KUH Perdata)
Pada Akta Perjanjian Kawin ini, bentuk barang-barang yang disebut dalam akta diatur dalam Pasal 4 ayat 1, 2 dan 3 yaitu :

(1)   Barang-barang berupa pakaian, perhiasan, buku-buku, surat-surat, alat-alat dan perkakas yang dipergunakan untuk pelajaran atau pekerjaan oleh suami atau istri, baik yang sewktu-waktu terdapat, juga yang terdapat pada waktu putusnya perkawinan mereka, merupakan hak milik suami atau istri yang menggunakan barang-barang itu...”
(2)   Semua perabot rumah tangga yang sewaktu-waktu terdapat dalam rumah suami-istri, jadi juga pada waktu putusnya perkawinan mereka, terkecuali barang-barang yang trsebut dalam ayat 1 adalah milik istri pribadi, karena perabot rumah tangga itu dianggap sama dengan atau sebagai pengganti dari perabot yang dibawa oleh istri ke dalam perkawinan mereka, tanpa perlu menyelidiki asal-usulnya..”
(3)   Barang-barang bergerak lainnya yang tidak termasuk ketentuan-ketentuan tersebut diatas, yang selam perkawinan oleh karena pembelian, warisan, hibah wasiat, hibahan atau dengan cara lain menjadi milik (jatuh kepada) istri, harus ternyata dari suatu daftar atau catatan lain yang ditanda tangani suami dan istri, dengan tidak mengurangi hak istri dan para ahli warisnya untuk membuktikan tentang adanya atau harganya barang-barang itu, baik dengan surat-surat bukti lain, saksi-saksi atau karena umum telah mengetahuinya.”

4.      Kewenangan Bertindak terhadap Harta Perkawinan
Meskipun perjanjian perkawinan diberi peluang untuk menyimpangi peraturan perundangan yang berlaku, tetapi untuk hal-hal mengenai kewenangan mutlak (demi hukum) tidak lah boleh untuk disimpangi. Perjanjian perkawinan tidak boleh mengurangi segala hak yang disandarkan pada kekuasaan si suami sebagai suami, dan pada kekuasaan sebagai orang tua. (Pasal 140 ayat 1 KUH Perdata)
Salah satu maksud dan tujuan dibuatnya perjanjian perkawinan adalah untuk membatasi kekuasaan si suami terhadap barang-barang persatuan, seperti apabila tidak diadakannya perjanjian perkawinan. Sebaliknya dengan perjanjian perkawinan ini, memberikan kewenangan yang lebih besar pada si istri untuk berbuat atau tidak berbuat terhadap harta kekayaan perkawinannya.
Pada akta perjanjian perkawinan Notaris Slamet Sentosa di Semarang, pada tanggal 02 Nopember 2011 ini, juga dengan jelas dan tegas diatur mengenai kewenangan istri terhadap harta kekayaan perkawinan mereka, yaitu :

Pasal 2
(1)   Istri akan mengurus semmua harta pribadinya, baik yang bergerak maupun yang tak gerak dan dengan bebas memungut (menikmati) hasil dan pendapatan baik dari hartanya itu maupun dari pekerjaannya atau dari sumber lainnya.
(2)   Untuk mengurus hartanya itu istri tidak memerlukan bantuan atau kekuasaan dari suami, dan dengan ini suami untuk keperluannya memberi kuasa yang tetap dan tidak dapat dicabut lagi kepada istri untuk melakukan segala tindakan pengurusan harta pribadi istri itu tanpa diperlukan bantuan dari suami.
(3)   Apabila ternyata suami telah melakukan pengurusan atas harta pribadi istri, maka suami bertanggung jawab akan hal itu.

B.     SIMPULAN

Perjanjian Perkawinan adalah  perjanjian yang dibuat oleh calon suami dan iatri untuk mengatur akibat perkawinannya terhadap harta kekayaan mereka. Jadi Perjanjian Perkawinan adalah inheren dengan harta kekayaan perkawinan.
Perjanjian Perkawinan dibuat untuk menyimpangi ketentuan yang sudah diatur dalam undang-undang yaitu untuk menyimpangi Pasal 119 KUH Perdata. Dengan dibuatnya perjanjian perkawinan maka calon suami atau istri berhak menyiapkan beberapa hal untuk menyimpangi peraturan perundang-undangan sekitar persatuan harta kekayaan, asalkan tidak bertentangan dengan tata susila dan ketertiban umum. (Pasal 139 KUH Perdata)
Pada dasarnya pembuatan perjanjian perkawinan salah satunya betujuan untuk membatasi kekuasaan si suami dalam harta persatuan perkawinan. Sebaliknya dengan perjanjian perkawinan kewenangan si istri bertambah besar dengan adanya pemisahan harta atau dengan menidadakan atau membatasi harta persatuan dalam perkawinan. Walaupun kekuasaan yang mutlak (demi hukum ) dari si suami sebagai kepala keluarga dan orang tua tidak boleh untuk dikurangi atau ditidakan.
Share

0 comments:

Post a Comment