I. Pendahuluan
Hak jaminan Resi Gudang merupakan bentuk lembaga pengikatan jaminan baru
yang pengaturannya terdapat di dalam UU No. 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi
Gudang (UU SRG). Salah satu tujuan diciptakannya lembaga pengikatan jaminan
tsb adalah untuk menampung kebutuhan Pemegang Resi Gudang, yaitu pemilik barang
yang menyimpan barangnya pada Pengelola Gudang, dalam rangka memperoleh
pembiayaan dengan jaminan berupa Resi Gudang, mengingat karena sifatnya Resi
Gudang tsb. tidak dapat dibebani dengan salah satu lembaga jaminan yang sudah
ada seperti Hak Tanggungan, Gadai atau Fidusia.
Pengertian Hak jaminan atas Resi Gudang yang selanjutnya disebut Hak
Jaminan menurut Pasal 1 UU SRG adalah “hak jaminan yang dibebankan pada
Resi Gudang untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan
bagi penerima Hak Jaminan terhadap kreditor yang lain”.
Resi Gudang yang dapat dibebani dengan Hak jaminan tsb merupakan dokumen
bukti kepemilikan atas suatu barang yang disimpan di dalam gudang yang
diterbitkan oleh Pengelola Gudang. Untuk dapat menerbitkan Resi Gudang, sebuah
Pengelola Gudang harus memenuhi persyaratan yaitu disamping harus mendapat
persetujuan dari Badan Pengawas Resi Gudang (Pasal 2 UU SRG) juga harus
merupakan suatu badan usaha yang berbadan hukum. (Pasal 23 ayat (1)).
II. Pembebanan Hak jaminan
Menurut Pasal 4 UU SRG, selain dapat dialihkan dan dijadikan dokumen
penyerahan barang, Resi Gudang juga dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya
dengan dibebani Hak Jaminan tanpa dipersyaratkan adanya agunan lainnya, hal ini
mengingat sebagai alas hak (document of title) atas barang, Resi Gudang tsb
dijamin dengan komoditas tertentu (misalnya : kopi, coklat, lada, dll) yang
berada dalam pengawasan Pengelola Gudang yang terakreditasi dan Hak Jaminan
atas Resi Gudang tsb meliputi juga klaim asuransi sepanjang barang tsb
diasuransikan.
a. Hak Jaminan sebagai perjanjian assesoir.
Sesuai dengan sifat lembaga pengikatan jaminan, perjanjian pembebanan Hak
Jaminan juga merupakan perjanjian assesoir (ikutan) dari suatu perjanjian utang
piutang (pasal 12 ayat (1)). Artinya keberadaan atau lahirnya perjanjian Hak
Jaminan tersebut didahului adanya suatu perjanjian pokok yaitu perjanjian utang
piutang. Namun demikian di dalam pasal tsb maupun di dalam penjelasannya tidak
diuraikan lebih lanjut mengenai hutang piutang yang dapat dijamin dengan hak
jaminan tsb, sehingga kurang begitu jelas apakah hanya untuk hutang yang telah
ada saja atau termasuk juga hutang yang akan timbul dikemudian hari sebagaimana
hutang yang dapat dijamin dengan Hak Tanggungan atau Jaminan Fidusia.
b. Hak jaminan hanya untuk menjamin satu hutang
Sama halnya dengan UU Jaminan Fidusia yang tidak memungkinkan benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar untuk dilakukan fidusia
ulang, setiap Resi Gudang yang diterbitkanpun menurut ketentuan Pasal 12 ayat
(2) UU SRG hanya dapat dibebani satu jaminan utang dan untuk melindungi
kepentingan penerima Hak jaminan serta memudahkan eksekusi apabila debitor
cidera janji maka setiap Resi Gudang yang telah dijadikan jaminan utang tsb di
atas wajib diserahkan kepada kreditor.
c. Pembuatan akta pengikatan jaminan Hak Jaminan
Pembebanan Hak jaminan Resi Gudang menurut Pasal 14 ayat (1) dilakukan
dengan pembuatan Akta Perjanjian Hak Jaminan antara Pemegang Resi
Gudang/Pemilik barang dengan kreditor. Namun demikian di dalam pasal tsb tidak
dinyatakan secara tegas apakah akta perjanjian pembebanan tsb harus berbentuk
akta otentik atau bisa juga dibuat dibawah tangan saja antara para pihak. Namun
demikian apabila dilihat dari bunyi penjelasan pasal tsb yang menyatakan bahwa
pembuatan akta tsb dimaksudkan untuk melindungi dan memberikan kekuatan hukum
bagi para pihak dan dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti yang sempurna
dalam penyelesaian setiap perselisihan yang muncul dikemudian hari, dapat
disimpulkan bahwa pembuatan Akta Perjanjian Hak jaminan tsb harus dibuat dalam
bentuk akta otentik, mengingat baik dari segi formal, material maupun isinya
akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna adalah akta yang otentik.
d. Pemberitahuan Hak Jaminan
Berbeda dengan UU Hak Tanggungan maupun UU Jaminan Fidusia yang mewajiban
untuk melakukan pendaftarkan atas pemberian jaminan, di dalam UU SRG tidak
diatur mengenai kewajiban pendaftaran Hak jaminan melainkan hanya diatur
mengenai kewajiban bagi penerima hak jaminan untuk memberitahukan perjanjian
pengikatan resi gudang sebagai hak jaminan tsb kepada Pengelola Gudang dan
Pusat Regristrasi (Pasal 13). Tujuan pemberitahuan pembebanan jaminan tsb
adalah untuk mempermudah Pusat Registrasi dan Pengelola Gudang dalam rangka
mencegah adanya penjaminan ganda serta memantau peredaran Resi Gudang dan
memberikan kepastian hukum tentang pihak yang berhak atas barang dalam hal
terjadi cidera janji.
Apabila dilihat dari tujuannya, kewajiban pendaftaran dalam UU HT maupun UU
Jaminan Fidusia dengan kewajiban pemberitahuan dalam UU SRG mempunyai kesamaan,
yaitu disamping untuk memenuhi asas publisitas juga untuk memberikan kepastian
hukum kepada kreditor. Perbedaanya apabila terhadap APHT maupun Akta Jaminan
Fidusia tidak dilakukan pendaftaran maka belum terjadi pengikatan HT atau
Jaminan Fidusia, hal tsb mengingat menurut Pasal 13 ayat (5) UU HT atau Pasal
14 ayat (3) UU Jaminan Fidusia lahirnya masing2 hak jaminan tsb. adalah setelah
dilakukan proses pendaftaran sampai dengan diterbitkannya Sertifikat HT atau
Sertifikat Jaminan Fidusia. Sedangkan di dalam UU SRG tidak diatur lebih lanjut
akibat hukumnya terhadap Penerima Jaminan maupun terhadap pengikatan jaminan
itu sendiri apabila kewajiban pemberitahuan Hak Jaminan atas Resi Gudang tsb
tidak diberitahukan oleh Penerima Jaminan kepada Pengelola Gudang dan Pusat
Registrasi.
III. Hapusnya hak Jaminan
Berdasarkan Pasal 15 UU SRG ada dua hal yang dapat menyebabkan hak jaminan
hapus yaitu :
a. Hapusnya utang pokok yang dijamin dengan Hak jaminan
Sesuai dengan sifatnya, sebagai perjanjian ikutan keberadaan atau lahirnya
Hak Jaminan didahului adanya suatu perjanjian pokok yaitu perjanjian utang
piutang, demikian pula apabila perjanjian utang-piutang yang merupakan
perjanjian pokok hapus maka hak jaminan sebagai perjanjian ikutan hapus pula.
Hapusnya utang yang dijamin dengan hak jaminan menurut penjelasan Pasal 15 ayat
(1) antara lain karena adanya pelunasan oleh pemegang Resi Gudang atau karena
adanya perpindahan kreditor.
Apabila ditinjau dari bunyi penjelasan tsb, maka dalam hal terjadi
perpindahan/perubahan kreditor akan berakibat hutang menjadi hapus, dengan
demikian Hak Jaminan sebagai perjanjian ikutannya menjadi hapus juga, walaupun
seperti diketahui di dalam perjanjian utang piutang apabila terjadi perubahan
kreditor tidak selalu membawa akibat hapusnya pengikatan jaminan.
Dalam perjanjian utang piutang perubahan Kreditor bisa terjadi karena
adanya pembaharuan utang (novasi) atau sebagai akibat peralihan piutang yang
terjadi karena Cessie, Subrogasi, pewarisan atau sebab-sebab lainnya.
Berdasarkan Pasal 1421 KUH Perdata dalam hal terjadi pembaharuan hutang karena
ada perubahan kreditor (novasi subyektif pasip), hak-hak istimewa dan
hipotik-hipotik yang melekat pada piutang lama, tidak berpindah pada piutang
baru yang menggantikannya, kecuali kalau hal itu secara tegas dipertahankan
oleh si berpiutang. Demikian pula apabila terjadi perubahan kreditor karena
cessie atau subrogasi, tidak mengakibatkan semua perjanjian ikutannya berakhir
karena dalam cessie maupun subrogasi yang berubah adalah subyek kreditornya
saja, sedangkan perjanjian utang piutangnya tetap. Dengan demikian apabila
terjadi perubahan kreditor karena novasi subyektif pasif maupun karena cessie
atau subrogasi tidak serta merta perjanjian ikutannya menjadi hapus.
b. Pelepasan hak jaminan oleh penerima hak jaminan
Perjanjian utang piutang antara kreditor dengan debitor merupakan suatu
hubungan hukum yang didasari unsur kepercayaan, dengan demikian apabila
kreditor merasa tidak memerlukan lagi memegang hak jaminan, maka kreditor dapat
melepaskan hak jaminan tsb dan Resi Gudang yang dijadikan jaminan dikembalikan
kepada pemegang resi gudang sebagai pemilik barang. Dalam hal terjadi pelepasan
jaminan dan pengembalian Resi Gudang kepada pemiliknya, mestinya di dalam Pasal
15 diatur pula kewajiban Penerima Jaminan untuk menyampaikan pemberitahuan ke
Pengelola Gudang dan Pusat Registrasi mengingat dalam pengikatannya ada
kewajiban bagi Penerima Jaminan untuk menyampaikan pemberitahuan kepada kedua
pihak tsb.
Sebagai bukti kepemilikan atas barang (inventory) yang disimpan di dalam
gudang, Resi gudang masih memiliki nilai apabila barang (inventory) yang
disimpan di dalam gudang tsb masih ada, sebaliknya apabila barang yang disimpan
di dalam gudang musnah maka resi Gudang tsb tidak berharga lagi. Tetapi di
dalam Pasal 15 tidak diatur mengenai hapusnya Hak Jaminan yang disebabkan oleh
musnahnya barang yang menjadi obyek Hak Jaminan, sehingga pasal tsb kurang
memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi kreditor apabila debitor
cidera janji dan eksekusi Hak Jaminan tidak dapat dilakukan karena obyek yang
akan dieksekusi sudah tidak ada lagi meskipun nantinya musnahnya barang tsb
tidak menghapuskan hak penerima jaminan atas klaim asuransi atas barang dalam
hal telah diperjanjikan sebelumnya.
IV. Eksekusi Hak Jaminan
Hak jaminan atas Resi Gudang bertujuan untuk menjamin utang yang diberikan
oleh penerima hak jaminan kepada debitor. Apabila debitor cidera janji
berdasarkan Pasal 16 UU SRG, penerima hak jaminan berhak untuk menjual obyek
jaminan atas kekuasaannya sendiri melalui dua cara , yaitu :
a. Lelang Umum atau
b. Penjualan Langsung.
Baik pelelangan umum maupun penjualan langsung tsb dapat dilaksanakan tanpa
harus ada penetapan dari pengadilan terlebih dahulu, tetapi harus sepengetahuan
dari pemberi hak jaminan melalui pemberitahuan secara tertulis.
Di dalam Pasal 16 tsb memang tidak
diatur lebih lanjut batasan-batasan mengenai pelelangan umum maupun penjualan
langsung, tetapi apabila dilihat dalam penjelasan Pasal 26 dapat diketahui
bahwa lelang umum dimaksudkan untuk penjualan terhadap barang yang dinilai
mempunyai jangka waktu yang masih lama, sedangkan penjualan langsung ditujukan
untuk penjualan terhadap barang yang jangka waktunya telah habis atau jika
tidak dilakukan penjualan, nilai komoditas akan bertambah turun. Dengan
demikian berdasarkan ketentuan tsb, maka penerima jaminan dapat menentukan
prosedur penjualan yang akan ditempuh dalam rangka eksekusi jaminan, sehingga
terhindar dari kerugian akibat merosotnya nilai barang yang menjadi obyek
jaminan. Disamping itu menurut Pasal 9 UU SRG dalam hal Resi Gudang
diperdagangkan di bursa, maka mekanisme transaksinya tunduk pada ketentuan
Bursa tempat Resi Gudang tsb diperdagangkan.
Berkaitan dengan pemberitahuan secara
tertulis sebelum eksekusi dilakukan, karena dalam penjelasan pasal 16 tidak
jelas kriterianya, hal tsb kurang memberi kepastian hukum dan dapat menimbulkan
potensi permasalahan antara para pihak. Dengan dalih telah melakukan
pemberitahuan secara tertulis kepada pemilik barang, maka Kreditor merasa
berhak untuk melakukan eksekusi Hak Jaminan, sebaliknya pemilik barang karena
alasan belum menerima pemberitahuan dari kreditor maka dapat mengajukan
keberatan bahkan pembatalan atas eksekusi obyek hak jaminan.
V. PENUTUP
Lahirnya lembaga pengikatan Hak jaminan
dengan obyek jaminan berupa Resi Gudang yang dijamin dengan komoditas tertentu,
memberikan peluang bagi lembaga perbankan untuk memberikan pembiayaan
perdagangan kepada dunia usaha untuk menjamin kelancaran usaha terutama bagi
usaha kecil dan menengah termasuk petani yang umumnya menghadapi masalah karena
keterbatasan akses dan jaminan kredit. Namun demikian ada beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian lebih lanjut berkaitan dengan Hak Jaminan tsb. antara
lain mengenai pembuatan akta pembebanan, kewajiban pemberitahuan pengikatan
jaminan dan akibat hukumnya, hapusnya Hak Jaminan sebagai akibat perubahan
kreditor, akibat hukum musnahnya obyek jaminan terhadap Hak Jaminan, dan tata
cara eksekusi hak jaminan, mengigat beberapa hal tsb belum cukup diatur,
disamping itu peraturan pelaksanaan yang diamanatkan UU SRG tsb masih belum
terbit, sehingga ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU SRG tsb sepenuhnya belum
dapat diimplementasikan
0 comments:
Post a Comment