TUGAS H PERUSAHAAN (Prof. DR. Sri Redjeki Hartono, SH)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasal 33 Ayat [2] dan [3] Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
1945. Secara tegas telah memberikan peran yang luas kepada Negara melalui
pemerintah, untuk turut serta dalam kegiatan Eonomi. Faktor-faktor produksi
yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak menjadi
kewajiban bagi Negara untuk mengelolan dan mengoptimalkan manfaatnya untuk
digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia.[[1]]
Dalam kaitan di atas, dirasa perlu untuk meningkatkan seluruh kekuatan
ekonomi nasional baik melalui regulasi sektoral maupun kepemilikan Negara
terhadap unit-unit usaha tertentu dengan maksud untuk memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Badan Usaha Milik Negara yang seluruh
atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan,
merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional,
disamping usaha swasta dan koperasi serta melakukan peran saling mendukung
berdasarkan demokrasi ekonomi.
Secara berkesinambungan Pemerintah terus berupaya untuk mewujudkan amanat
konstitusional ini dalam pengelolaan perekonomian negara dengan membentuk
Perusahaan Negara untuk mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dari sisi hukum, tahun
1969, Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan
Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 19 Tahun 1969 tentang
Bentuk-Bentuk Usaha Negara yang selanjutnya disahkan menjadi UndangUndang
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 sebagai pedoman pengelolaan Perusahaan
Negara.
Dalam UndangUndang Nomor 9 Tahun 1969 ditetapkan adanya 3 (tiga) jenis
Perusahaan Negara yaitu :[[2]]
·
Perusahaan Jawatan (Perjan)
Perusahaan Negara yang didirikan dan
diatur menurut ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Indonesische
Bedrivenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419) sebagaimana yang telah beberapa
kali dirubah dan ditambah.
·
Perusahaan Perseroan (Persero)
Perusahaan
Negara yang berbentuk Persero didirikan sesuai ketentuan Perseroan Terbatas
yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (StbI.1847:23) dengan
kepemilikan negara dalam bentuk saham baik secara keseluruhan atau sebagian
·
Perusahaan Umum (Perum).
Sedangkan
Perum adalah Perusahaan Negara yang didirikan dan diatur berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 dan
yang seluruh modalnya, yang tidak terbagi atas saham, dimiliki oleh negara
Saham negara pada Persero maupun modal pada Perum seluruhnya bersumber dari
kekayaan negara yang dipisahkan. Dipisahkan dalam arti pengelolaan kekayaan
negara tersebut tidak dilakukan dalam mekanisme Anggaran Pendapatan Negara
(APBN) melainkan dikelola sesuai dengan mekanisme korporasi oleh masing-masing
Persero dan Perum. Khusus untuk BUMN pembinaan usaha diarahkan guna mewujudkan
visi yang telah dirumuskan. Paling tidak ada 3 visi saling berkaitan, yakni
1.
visi dari founding fathers yang terdapat
dalam UUD,
2.
visi dari lembaga/badan pengelolaan BUMN
3.
visi masing-masing perusahaan BUMN.
Kesemuanya ini harus dapat diterjemahkan dalam ukuran yang jelas untuk
dijadikan pedoman dalam pembinaan.Visi UUD 1945 mengamanatkan bahwa
Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara serta pengelolaannya diarahkan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Visi ini harus diterjemahkan dalam
ukuran yang lebih rinci dan kemudian dilakukan identifikasi jenis usaha yang
masih perlu dikelola oleh Negara, sehingga menghasilkan jenis BUMN yang masuk
kategori Public
Service Obligation (PSO) yang lebih berorientasi kepada pelayanan
public atau non-PSO (Public Service Obligation) yang berorientasi pada profit. [[3]]
Kewajiban Pelayanan Umum atau PSO merupakan bagian dari policy/beleidsregel. Oleh karena
itu PSO diatur dalam Ketentuan Umum yang mengatur mengenai maksud dan tujuan.
Dalam Pasal 2 (1) huruf c UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) bahwa salah satu maksud dan tujuan didirikannya BUMN adalah:
“menyelenggarakan
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan
memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak”.
Mengkaji pengaturan di atas maka menyelenggarakan kemanfaatan umum
merupakan salah satu tujuan didirikannya BUMN. Dengan demikian, sebelum
didirikan telah ada “niat” lebih dulu bahwa BUMN yang akan didirikan juga
menyelenggarakan kemanfaatan umum. “Niat” atau motivasi ini tentu harus masuk
sebagai hasil kajian yang dilakukan Menteri Keuangan, Menteri Teknis dan
Menteri BUMN, terkait perlunya pendirian suatu BUMN. Makna untuk pengaturan ini
bahwa “fungsi kemanfaatan umum”, adalah terkait pada layanan umum yang
sebenarnya menjadi tugas pemerintah.
Selanjutnya, BUMN non-PSO harus diarahkan dan di bina menjadi perusahaan
komersial murni yang sebagian atau keseluruhan kepemilikan sahamnya dimilki
oleh Negara. Dengan prinsip komersial ini, visi BUMN harus diarahkan menjadi
perusahaan yang mampu bersaing dengan kinerja di atas rata-rata industri dan
secara bertahap bisa berperan dari national player menjadi global player. [[4]]
Fungsi kemanfaatan umum yang terkait pada pelayanan umum kepada masyarakat
yang sebenarnya menjadi tugas pemerintah. Namun
sayangnya, BUMN yang menjadi salah satu pendukung perekonomian nasional
ternyata memiliki citra yang tidak begitu baik selama ini. Hal ini dikarenakan
sering kali BUMN dianggap sebagai sarang KKN, sumber pemerasan dari birokrat,
tidak membawa manfaat bagi masyarakat banyak maupun sekitarnya, tidak memperoleh
hasil atau keuntungan kecuali dengan berbagai subsidi, dan lain-lain yang
menyebabkan BUMN memperoleh citra negatif bahkan tidak disukai oleh rakyatnya
sendiri, yaitu rakyat Indonesia.
Kondisi demikian, kemudian membawa Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh
Kementerian Negara BUMN selaku penerima kuasa dari Menteri Keuangan untuk
bertindak selaku Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), mencanangkan untuk melakukan
restrukturisasi Perusahaan Negara atau Badan Usaha Milik Negara yang dikenal
dengan program Rightsizing.
Rightsizing yang dicanangkan Kementerian Negara BUMN meliputi
:
a.
Pengkajian atas kemungkinan untuk secara
terus menerus melakukan pembentukan holding diantara Badan Usaha Milik Negara
dengan bidang usaha yang sama,
b.
Merger atau akuisisi Badan Usaha Milik
Negara. Selain upaya upaya tersebut di atas,
Dalam rangka pengamanan atas kekayaan Negara yang telah ditempatkan dalam
Badan Usaha Milik Negara, kiranya sesuai dengan prinsip pengawasan korporasi,
Pemerintah perlu secara hati-hati dan bertanggungjawab dalam memilih dan
mengusulkan pejabat Departemen Keuangan untuk menjadi wakil Pemerintah sebagai
Komisaris dalam Badan Usaha Milik Negara.
Bentuk Penyertaan Modal Negara yang dilakukan oleh Pemerintah dalam
Perseroan Terbatas, keberadaan harta kekayaan Persero harus didasarkan pada
aturan hukum tentang harta kekayaan Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam
UU PT Nomor 40 Tahun 2007. Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) UU PT, Perseroan
Terbatas merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, dan
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham. Sedang menurut Pasal 31 ayat (1) UU PT, modal dasar Perseroan Terbatas
terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Sedang harta kekayaan Perseroan
Terbatas meliputi modal dasar yang berupa nilai nominal saham dan aset-aset
lainnya. [[5]]
Jadi, semua kekayaan termasuk kekayaan negara yang dipisahkan dan
disertakan sebagai modal Persero adalah bagian dari persekutuan modal, berupa
nilai nominal saham, yang merupakan modal dasar Persero. Modal dasar ini
beserta aset yang lain merupakan harta kekayaan Persero. Singkatnya, kekayaan
negara yang dipisahkan dan disertakan sebagai modal Persero berubah menjadi harta kekayaan
Persero, yang pengelolaannya didasarkan pada good corporate governance.
Untuk memperbaiki struktur permodalan dan
meningkatkan kapasitas usaha Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas,
Pemerintah dapat pula melakukan penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam
Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas tersebut yang dananya dapat
berasal dari APBN, konversi cadangan perusahaan dan sumber lainnya, seperti
keuntungan revaluasi asset dan agio saham. Dalam rangka penyusunan sistem
penatausahaan penyertaan modal Negara, hal yang paling penting pada saat ini
adalah adanya sistem penatausahaan Penyertaan Modal Negara dengan
menitikberatkan dari sudut pandang tertib administrasi pengelolaan kekayaan
negara. Modal negara pada Badan Usaha Milik Negara merupakan kekayaan negara yang
dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
B.
Perumusan Masalah
Berdasar
uraian latar belakang di atas, maka dapat ditarik suatu perumusan masalah,
antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimanakah aspek hukum Negara dalam
pembentukan Persero ?
2. Bagaimanakah aspek permodalan Persero
dalam pernyertaan modal Negara ?
[2] Pasal 1 UU. No. 19 tahun 1969 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang Nomor 1 tahun 1969 tentang
Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang
[3] Setyanto P.Santosa,
“Privatisai : Penerapan Nasionalisme Pengelolaan BUMN”, artikel, http://www.scribd.com/doc/51033121/PrivatisasiPenerapanNasionalismePengelolaanBUMN, 2007, hal 1
[4] Op.cit. hal.2
[5] Seperti yang
diatur dalam Pasal 1 UU. No. 40 tahun 2007
0 comments:
Post a Comment