ANALISA HUKUM PELAKSANAAN MERGER BANK
PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007
TENTANG PENANAMAN MODAL
Oleh : Arif Indra
Setyadi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejak tahun 1983 hingga tahun 1996,
kebijaksanaaan Pemerintah di sektor Keuangan, diarahkan untuk mendorong
perkembangan di sektor lembaga perbankan. Terbukti dengan banyaknya pendirian
bank-bank baru pada era tersebut. Jumlah Bank hingga awal tahun 1996 mencapai
240 Bank Umum dan 900 Bank Perkreditan Rakyat.[1]
Bertambahnya jumlah Bank tersebut,
sebenarnya juga akibat adanya Kebijaksanaan Pemerintah yang memberikan
persyaratan yang cukup ringan untuk mendidirikan bank, misalnya jumlah modal
disetor minimal relatif kecil jika dibandingkan di negara-negara, sperti
Singapura, minimal modal untuk menidirkan Bank sebesar Rp. 2,5 Triliun, di
Malaysia Rp. 1,5 Triliun, Thailand Rp. 700 miliar, di Pilipina Rp. 400 miliar
sedangkan di Indonesia cukup dengan menyetor modal sebesar Rp. 50 miliar.[2]
Tujuan yang hendak dicapai oleh
Pemerintah secara umum, adalah untuk dapat menghimpun dana masyarakat sebanyak
mungin tercapai, tetapi tdak diimbangi dengan keberhasilan kemampuan permodalan
bank yang mencukupi terhadap risiko-risiko yang akan dihadapi. Puncak risiko
itu pun muncul pada badai krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun
1997.Pencapaian tujuan untuk menghimpun dana yang berada di masyarakat
tercapai, tapi tidak demikian dengan kemampuan kecukupan permodalan Bank (Capital Adequncy Ratio), yang pada saat
itu ditetapkan sebesar 4% dari keseluruhan kemapuan permodalan Bank.
Bahkan pada saat, terjadinya badai
krisis moneter, publik bisa mengetahui betapa ironisnya kondisi kesehatan Bank
di Indonesia. Posisi rasio kecukupun modal Bank pada saat itu, hampir 82%
dibawah ketetapan Bank Indonesia sebesar 4%, bahkan tidak jarang bank-bank pada
saat itu posisi rasio kecukupan modalnya mencapai -30%. Mengatasi kondisi
demikian, Pemerintah mengambil langkah penyelamatan ekonomi nasional salah
satunya , pada awal tahun 1998 pemerintah mencabut ijin usaha 17 Bank dan 39
bank berada dalam pengawasan langsung BPPN ( Badan Penyehatan Perbankan
Nasional).
Berdasarlam kejadian dan fakta yang
ada, kondisi perbankan di Indonesia
saat itu
semakin banyak bank yang dalam kategori tidak sehat, yang berdampak pada
kerugian masyarakat sebagai penyimpan dana pada lembaga perbankan. Pencabutan
ijin usaha dan likuidasi, menjadi jalan terakhir bagi pemerintah. Pemerintah
menggunakan jalan alternatif lain, yang dianggap lebih menguntungkan berbagai
pihak, yaitu dengan menggelontorkan Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI).
Diharapkan dengan Bantuan Likuidasi
Bank Indonesia, yang
notabene merupakan sekum kredit dari Bank Indonesia
kepada bank-bank yang dalam pengawasan BPPN, akan keluar dari kondisi krisis
kesehatan Perbankan Indonesia.
Tetapi pada faktanya program penyelematan Perbankan Indonesia yang merupakan opsi yang
ditawarkan oleh IMF (International
Monetary Fund), bukannya berhasil menyelamatkan bank-bank dalam pengawasan
BPPN, tetapi justru menimbulkan permasalahan baru yang berkepanjangan.
Bermula dari krisis keuangan, dengan
opsi yang ditawarkan oleh IMF ini, justru menjadikan Indonesia mengalami krisis
ekonomi makro yang meluas dan berkepanjangan, hingga jutru membuat kondisi hutang
Indonesia mengalami lonjakan yang tanjam mencapai 1000% dibanding sebelum
terjadinya krisis perbankan ini. Pada puncaknya, terjadinya kerusuhan sosial,
yang mengakibatkan penurunan Presiden Soeharto dari puncak pimpinan
Pemerintahan.
Baru pada tahun 2004, Pemerintah
bersama-sama dengan Bank Indonesia,
melakukan langkah-langkah penyelamatan Bank-bank Nasional, khususnya Bank milik
pemerintah dengan opsi Merger.
Pemerintah bersama-sama Bank Indonesia,
berhasil melakukan merger terhadap
Bank Dagang Negara, Bank Exim, Bank Bumi Daya dan Bank Pembangunan Indonesia
(BAPINDO), menjadi satu bank yaitu BANK MANDIRI. Merger yang dilakukan oleh
Pemerintah bersama-sama Bank Indonesia
ini, dilatar belakangi oleh peristiwa dan kejadian yang menimpa lembaga
perbankan Indonesia
pada tahun 1997.
Latar belakang, merger ini dilakukan akibat kondisi kesehatan pebankan pada saat
itu, tidak seimbang dengan penyimpanan dana masyarakat, tidak dipenuhinya CAR (Capital Adequency Ratio) perbankan,
serta tidak dipatuhinya BMPK ( Batas Maksimal Pemberian Kredit) kepada kelompok
usahanya atau pihak-pihak terafiliasi, yang diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Merger
Bank-bank, menjadi opsi terakhir yang dilakukan oleh Pemerintah dan Bank
Indonesia setelah kondisi perbankan di Indonesia porak poranda, walaupun jika
kita menelaah kedalam sistem Hukum Perbankan di Indonesia, sejak tahun 1992,
melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, kemudian tata cara
pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
22/KMK.017/1993 telah mengamanatkan mengenai Merger. Selain pada sistem hukum
perbankan, merger juga telah diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas juga telah mengamanatkan merger Badan Hukum
Perseroan Terbatas.
Pada tahap berikutnya Merger terhadap bank-bank Nasional di
Indonesia menjadi lebih pesat setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25
tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang kemudian diikuti dengan perubahan
terhadap Undang-Undang Nomor 1 tahin 1995, menjadi Undang-Undang Nomor 40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Perbelakukan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007
ini, memberikan ruang seluas-luasnya bagi penanaman Modal, berikut didalamnya
Penanam Modal Dalam Negeri dan Penanam Modal Aing untuk secara langsung
melakukan investasi sebesar-besarnya di Indonesia, dengan fasilitas-fasilitas
yang sangat luas diberikan oleh Pemerintah Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Berdasar uraian latar belakang di atas, maka dapat
ditarik suatu perumusan masalah, antara lain sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah latar belakang dilakukannya merger, terhadap bank-bank nasional,
dari perspektif hukum menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal ?
2. Bagiamanakah perbedaan merger yang
dilakukan pada era sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal, dengan Pasca diberlakukannya Undang-undang Nomor 25
tahun 2007 tentang Penanaman Modal ?
[1] Data
Bank Indonesia
tahun 1996
[2] Jono Amirzon, Pelaksanaan Merger Bank di Indonesia,”Makalah”, Jurnal Hukum
Bisnis, Volume 24-No.1-Tahun 2005, hal. 51
0 comments:
Post a Comment