Sunday, July 29, 2012

TIMBUL DAN HAPUSNYA HUTANG PAJAK

1.      TIMBULNYA HUTANG PAJAK
A.     Ajaran Hutang Pajak Materiil :
Menurut teori ini apabila TATBESTAND itu sudah dipenuhi, maka dengan sendirinya timbul hutang pajak, walaupun belum ada surat ketetapan pajak. Jadi kalau kita melihat fungsi Surat Ketetapan Pajak dalam ajaran Materiil, maka surat ketetapan pajak tidak menimbulkan hutang pajak, SKP hanya merupakan ketetapan yang deklarator, sebab hutang pajak sudah timbul pada saat dipenuhinya TATBESTAND.

CIRI-CIRINYA :
1.      Besarnya hutang pajak belum diketahui dengan pasti
2.      Wajib pajak tidak semuanya menguasai Undang-undang
3.      Menggunakan Self Assessment System yaitu wajib pajak harus menghitung, menetapkan sendiri besarnya pajak terhutang
4.      Surat ketetapan pajak hanya bersifat deklarator
5.      Contohnya ada di PPh, PPN dan PPn BM
B.     Ajaran Hutang Pajak Formal
Surat Ketetapan Pajak dari Fiscus, merupakan syarat mutlak, yang menimbulkan hutang pajak. Dalam ajaran Formal merupakan ketetapan yang Konstitutif (ketetapan yang menimbulakan Hak dan Kewajiban), tanpa ada SKP tidak akan ada hutang pajak.

CIRI-CIRINYA :
1.      Besarnya hutang pajak dapat diketahui dengan pasti
2.      Wajib pajak membayara sesuai dengan SKP/SPPT
3.      Menggunakan Self Assessment System, fiscus pro aktif sedangkan wajib pajak pasif
4.      Surat ketetapan pajak hanya bersifat Konstitutif
5.      Contohnya ada di PBB

2.      Apa yang dimaksud Hutang dalam Hukum Perdata  ?
Hutang dalam Hukum Perdata adalah perikatan yang menimbulkan Hak dan kewajiban bagi Kreditur dan debitur. Kreditur berhak memperoleh  pengembalian atas kewajiban debitur. Jadi merupakan perikatan yang sempurna karena hak dan kewajiban debitur secara langsung akan memperoleh haknya.

3.      Apa yang dimaksud Hutang dalam arti luas dan sempit ?
Pengertian hutang secara umum meliputi perikatan secara bersumber dari Perjanjian, perikatan yang bersumber dari undang-undang, tentang hapusnya perikatan. Sedangkan secara khusus adalah perikatan yang memiliki nama tertentu dandiberikan pengaturannya secara khusus oleh undang-undang.

4.      TAX DEDUCTIBLE
A.     Pengertian
Pengeluaran-pengeluaran yang dapat diperhitungkan sebagai biaya yanng dapat dikenakan sebagai obyek pajak
B.     Kronologisnya
Berawal dari Konferensi WTO di Uruguay Round di Maroko pada tahun 1994 yang menghasilkan kesepakatan mengenai pasar bebas
Kemudian dilanjutkan pada GATT dan GAS menghasilkan agar anggota negara-negara yang terlibat didalamnya untuk meratifikasi hasi perundingan GATT dan GAS yang salah satunya mengenai Larangan untuk menarik pajak terhadap barang-barang yang masuk lebih dari 5%
Indonesia meratifikasi hasil perundingan GATT dan GAS ini dengan UU No 7 tahun 1994
Kontradiktif dengan keputusan GATT, barang- barang yang dihasilkan oleh Indonesia yang berorientasi Eksport harus memenuhi syarat Standar Kualitas Internasional dibuktikan dengan Sertifikat ISO
Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan : SDM yang berkualitas, Penguasaan Teknologi dan Produk yang ramah lingkungan
Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan biaya-biaya sebagai pengeluaran perusahaan
Pengeluaran-pengeluaran yang digunakan sebagai biaya pengembangan ketiga elemen tersebut dapat dikenakan pajak
Pengenaaan pajak atas biaya-biaya tersebut yang disebut TAX DEDUCTIBLE
TAX DEDUCTIBLE inilah yang dimaksud dengan TUGAS dari Hukum Pajak

C.     Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang

D.     Contoh :
PT berpenghasilan Bruto                                                           Rp. 100.000.000
Pengembangan IPTEK                               Rp.   20.000.000
Pengembangan SDM                                 Rp.   20.000.000
Pengolahan Limbah                                    Rp.   10.000.000 +
                                         Jumlah               Rp.   50.000.000
Jumlah Rp. 50.000.000 yang disebut pengeluaran yang dapat diperhitungkan sebagai biaya-biaya kena pajak.

5.      HAPUSNYA HUTANG PAJAK
a.       Karena Pembayaran Lunas
b.      Kompensasi Kelebihan Pajak
c.       Daluwarsa
Diatur dalam Pasal 21 ayat [4] dan pasal 22 ayat [1] dan [2] UU. No 28 tahun 2007 perubahan dari UU. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
d.      Wajib Pajak meninggal tanpa adanya Ahli Waris
e.       Karena dinyatakan Pailit (Insolvensi) oleh Pengadilan Niaga yang telah Homologatie Akkord (Penetapan Hakim yang inkrah)
Share

0 comments:

Post a Comment