KULIAH 1
H. PERTANAHAN
Notariat UNDIP semester I
Bp. Chulaemi,SH 17 september 2011
Pengertian H. Pertanahan ada 2 kategori yaitu :
- Pengertian dalam arti sempit dalam pengertian ini obyek dari hukum pertanahan hanya TANAH. Tanah dalam ketentuan hukumnya adalah berupa permukaan bumi
- Pengertian dalam arti luas dalam pengertian ini obyek dari hukum pertanahan meliputi Bumi, Air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya serta termasuk ruang angkasa. Pengertian secara luas ini mengadopsi atau bersumber dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945
Definisi Hukum Pertanahan atau Agraria yaitu :
Kaidah-kaidah hukum yang mempelajari hak-hak penguasaan atas tanah
Hak-hak penguasaan atas tanah ada 2 jenis meliputi :
- Hak penguasaan atas tanah sebagai LEMBAGA HUKUM
- Hak penguasaan atas tanah sebagai HUBUNGAN HUKUM YANG KONGKRIT
Untuk membedakan kedua pengertian tersebut dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut :
Apakah sudah atau belum dihubungkan dengan tanah tertentu dan subyek tertentu??
Jika sudah maka hak penguasaan atas tanah tersebut sebagai Hubungan Hukum Kongkrit, sedangkan jika belum maka Hak Penguasaan atas Tanah tersebut sebagai LEMBAGA HUKUM
Contoh Hak penguasaan atas tanah sebagai LEMBAGA HUKUM yaitu :Pengertian tanah dari hak yang bersangkutan Hak Milik, HGB, HGU, Hak Pakai
Ciri-cirinya antara lain : misalkan Hak milik tidak ada batas waktunya
Yang menjadi pemegang Hak Milik adalah WNI
Contoh Hak penguasaan atas tanah sebagai HUBUNGAN HUKUM YANG KONGKRIT yaitu
Jual – Beli tanah yang ditunjukan dan pada tanah tertentu
Pensertifikatan Tanah
Tanah sebagai jaminan hutang (Hak tanggungan)
SUSUNAN PENGUSAAN HAK ATAS TANAH
UUPA mengatur susunan Penguasaan Hak Atas Tanah secara HIRARKI artinya susunan tersebut tidak boleh dibolak balik urutannya . Hak –hak tersebut yaitu :
- HAK BANGSA INDONESIA atas wilayah Republik Indonesia diatur dalam pasal 1 UUPA
- HAK MENGUASAI DARI NEGARA ATAS TANAH. Pengertian menguasai bukan diartikan sebagai memiliki sehingga negara tidak berhak untuk melakukan jual-beli tanah diatur dalam Pasal 2 UUPA
- HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH contohnya : Hak ulayat hak ini diatur dalam Pasal 3 UUPA
- HAK-HAK PERORANGAN yang dibagi menjadi 3 jenis hak yaitu :
a. HAK ATAS TANAH
b. HAK PERWAKAFAN
c. HAK JAMINAN
ATTENTION !!
Pertanyaan ini katanya Pak Chulaemi akan keluar di ujian MID semester :
Apakah sama Hak Penguasaan atas Tanah dengan Hak Atas Tanah ??
Jawab : Hak Atas Tanah merupakan bagian dari Hak Penguasaan atas Tanah
PERKEMBANGAN HUKUM AGRARIA INDONESIA
erkembangan Hukum agraria di Indonesia dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
- Hukum Agraria Kolonial atau Hukum Agraria Lama
Sebagian besar aturannya diciptakan oleh pemerintah Belanda
- Hukum Agraria Nasional
Dimulai sejak diundangkannya UUPA tgl 24 September 1960 sebagai peraturan dasar Pokokpokok Agraria
Dalam tenggang waktu 15 tahun sejak Indonesia merdeka hingga keluarnya UUPA sebenarnya pemerintah Indonesia telah melakukan perubahan di bidang hukum pertanahan hanya sifatnya baru parsial belum pada reformasi fundamental. Halmana dibuktikan dengan telah dicabutnya beberapa peraturan di bidang pertanahan yang merugikan rakyat Indonesia, salah satu misalnya : tentang status TANAH PARTIKELIR. Terjadinya TANAH PARTIKELIR berawal dari Pemilik atau pemegang Hak Eigendom yang dimiliki seseorang secara sangat luas sehingga mengakibatkan si pemilik eigendom tersebut mengangkat atau menamakan dirinya sebagai TUAN TANAH selanjutnya karena kepemilikan tanah yang sangat luas tersebut oleh pemerintah belanda diberikan Hak istimewa atas tanah Partikelir tersebut, salah satunya adalah memberikan hak kepada pemilik hak Eigendom atas tanah partikelir tersebut berupa Penarikan pajak atas hasil bumi dan tanah partikelir tersebut. Tentu hal ini sangat merugikan rakyat kecil menjadi tertindas. Sejak tahun 1958 tanah partikelir ini dicabut dengan alasan sebagai berikut :
- Mengakibatkan adanya Negara dalam Negara
- Memberatkan rakyat sehingga nasib rakyat banyak yang tertindas, dimana kondisi demikian bertolak belakang dengan semangat kemerdekaan RI.
- Dengan adanya Tanah Partikelir ini, dapat menimbulkan kekacauan antara pemilik hak eigendom dengan masyarakat lainnya
KULIAH 2H. PERTANAHANNotariat UNDIP semester IBp. Chulaemi,SH 24 september 2011
Pertanyaan : ( yang katanya mau keluar di Mid Semester)Apa yang dimaksud dengan H. Agraria Nasional merubah H. Agraria Lama secara Fundamental ??
Jawab : 1. Semua cirri-ciri yang ada dalam H. Agraria Lama diganti dengan ciri-ciri yang baru di dalam H. Agraria Nasional2. Merubah Sifat-sifat yang terkandung dalam H. Agraria lama yaitu : Sifat DUALISME menjadi bersifat UNIFIKASI3. Dasar aturan yang berlaku pada H. Agraria lama yaitu KUH Perdata diganti dengan Hukum Agraria Nasional yaitu UUPA yang bersumber dari Hukum Adat.4. Pada saat berlakunya H. Agraria Lama Hak kepemilikan atas tanah tidak dibatas sehingga timbulnya TANAH PARTIKELIR yang merugikan masyarakat setelah berlakunya H. Agraria Nasional kepemilikan atas tanah terbatas sesuai dengan peruntukannya.5. Pada saat berlakunya H. Agraria Lama negara dapat memiliki hak atas tanah negara setelah berlakunya H. Agraria Nasional tanah negara menjadi Tanah dikuasai NegaraPenjelasan :1. Dualisme dalam H. Agraria lama mengandung pengertian adanya 2 (dua) macam aturan yang berlaku bersamaan tetapi diperuntukan untuk orang yang berbeda.a. Untuk masyarakat Eropa, Timur asing berlaku H. Agraria Barat sumbernya KUH Perdata Buku II tentang Hak Kebendaan contoh : Eigendom, H. Opstall, H. Erfpachtb. Untuk Masyarakat Bumi Putra berlaku atau tunduk pada Hukum Adat conth : Girik, Hak Ulayat, Pethuk. dll2. Kendala-kendala yg ditimbulkan adanya dualisme dalam H. Agraria Lama yaitu :a. Antara golongan masyarakat Eropa, Timur Asing dan Bumi Putra kenyataannya melakukan interaksi antar golongan sehingga menimbulkan kesulitan dalam hal penerapat aturan yang diatur dalam H. Agraria Asing misalnya : terjadinya perkawinan antar golongan maka timbulah kesulitan tetang pendudukannya pada aturannyab. Ukuran dan pembagian golongan masyarakat yang diatur dalam H. Agraria Lama sudah ketinggalan dengan perkembangan masyarakat nya sehingga golongan tersebut dihapus dalam H. Agraria Nasinal dengan hanya mengene\al 2 (dua) golongan masyarakat yaitu WNI (Warga Negara Indonesia) dengan WNA (Warga Negara Asing)3. Unifikasi pada H. Agraria Nasional meliputi 3 (tiga) bidang yaitu :a. Pada bidang hukum yang mengatur dari berlakunya H. Agraria Lama menjadi berlakunya H. Agraria Nasionalb. Hak-hak atas tanah setelah berlakunya H. Agraria Nasional tidak ada lagi Tanah Barat dan Tanah Ada, dirubah dengan salah satu Hak kepemilikan atas tanah yang diatur dalam UUPA yaitu : HM, HGB, HGU, Hak Pakai. Perubahan ini disebut KONVERSI, yaitu :
”Perubahan secara Hukum ( Yuridis) dari hak-hak atas tanah lama baik tanah Barat maupun Tanah Adat menjadi salah satu hak yang diatur dalan UUPA”
Perubahan yuridis artinya :Berlakunya ketentuan mengenai konversi bersama-sama berlakunya UUPABerlakunya Konversi untuk Tanah Adat ada 2 catatan khusus yaitu :v Konversi HAK MILIK atas tanah adat yaitu bukti yang dimiliki secara umum saat itu misal : Letter C, Pethuk atau Girik pada hari ini, seharusnya sejak tanggal 24 September 1960 sudah dikonversi menjadi Hak Milik atas tanah sehingga untuk saat sekarang seharusnya sudah tidak mengenal lagi HAK MILIK ADAT tetapi bila saat ini ada Hak Milik atas Tanah Adat yang belum dikonversi maka haruslah disebut sebagai ”TANAH BEKAS HAK MILIK ADAT”v Hak atas Tanah milik Adat yang dikecualikan dapat tidak dikonversi setelah berlakunya UUPA tetapi eksistensinya tetap diakui yaitu : HAK ULAYAT. Dengan 3 syarat pengakuan yaitu :1. Sepanjang kenyataannya masih ada2. Tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional3. Tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggiDasar Hukum HAK ULAYAT yaitu : Pasal 3 UUPA tentang pengakuan Hak Ulayat pada masyarakat adat.c. Unifikasi di bidang Hak Jaminan ( Hak Tanggungan ) Atas TanahSebelum berlakunya UUPA ada 2 Hak jaminan atas tanah yaitu :· Hak Jaminan untuk golongan Eropa dan Timur Asing yaitu : HIPOTIK· Hak Jaminan untuk golongan Bumi Putra yaitu : CreditverbandSetelah berlakunya UUPA Hak jaminan Atas Tanah di unifikasi menjadi HAK TANGGUNGAN saja.4. Dasar Unifikasi H. Agraria adalah UUPA yang mendasarkan pada H. Adat, hal ini di jabarkan dalam :a. Konsideran UUPAb. Penjelasan Umum UUPAc. Pasal 5 UUPAKonsideran dan Penjelasan umum UUPA menerangkan bahwa Hukum Agraria Nasional didasarkan pada Hukum Adat.Pasal 5 UUPA menerangkan bahwa Hukum Agraria Nasional adalah Hukum Adat
Dasar Pertimbangan mengapa Hukum Agraria Nasional memilih Hukum Adat sebagai dasar pemberlakuannya, dengan pertimbangan sebagai berikut :- Hukum Adat ini diikuti oleh sebagaian besar rakyat Indonesia
- Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia
Tapi perlu di ingat bahwa Hukum Adat sebagian ada yang ketinggalan jaman sehingga tidak semua hukum adat digunakan sebagai sumber dari berlakunya UUPA. Metode penggunaan Hukum Adat sebagai sumber pelaksanaan UUPA yaitu dengan metode SANEER ( penyaringan) hanya aturan-aturan Hukum adat yang tidak ketinggalan jaman saja yang digunakan dalam UUPA. Hak adat yang tidak dipakai lagi dalam UUPA contohnya TANAH sebagai JONGGOLAN (hak tanah adat yang digunakan sebagai jaminan hutang). Perbedaaan nya dengan Hak tanggungan atas tanah yaitu ketika terjadi Wanprestasi pada debitor maka tanah jonggolan ini tetap dapat digarap oleh debitur sedangkan hasilnya digunakan untuk melunasi hutangnya, sedangkan dalam Hak tanggungan apabila debitor Wanprestasi maka tanah tersebut dilakukan pelelangan umum yang hasilnya digunakan untuk melunasi hutang debitor.
KULIAH 3
H. PERTANAHAN
Notariat UNDIP semester I
Bp. Chulaemi,SH 1 Oktober 2011
HUBUNGAN FUNGSIONAL ANTARA HUKUM TANAH ADAT
DENGAN HUKUM AGRARIA NASIONAL
Hubungan fungsional anatara Hukum Agraria Nasional dengan Hukum Tanah Adat meliputi :
1. Pada konsideran UUPA menyebutkan bahwa Hukum Agraria Nasional didasarkan pada Hukum Tanah Adat
2. Selain pada konsdieran UUPA dijelaskan pula bahwa Hukum Agraria Nasional didasarkan dari Hukum Adat Tanah juga di atur dalam pasal 5 UUPA
Pengertian Hukum Agraria Nasional didasarkan pad Hukum Tanah Adat yaitu :
Hukum Tanah Adat berfungsi sebagai sumber utama dalam membuat aturan-aturan pembentukan Hukum Agraria Nasional. Hukum Tanah Adat dijadikan sumber utama dakam mengambil bahan-bahan untuk pembentukan Hukum Agraria Nasional.
Pengertian Hukum Tanah Adat sebagai sumber utama dalam pembentukan Hukum Agraria Nasional, yaitu :
Hukum Tanah Adat dijadikan sebagai sumbur pokok, akan tetapi bukan menjadikan Hukum Tanah Adat sebagai satu-satunya sumber pembentukan Hukum Agraria Nasional, masih dimungkinkan sumber lain diluar Hukum Tanah Adat.
Hukum Tanah Adat bukan menjadi satu-satunya sumber bagi Hukum Agraria Nasional , disebabkan karena :
1. Hukum Tanah Adat tidak diatur, akan tetapi kebutuhan masyarakat modern membutuhkan aturan yang sesuai dengan kebutuhannya. Contoh : UUPA mengatur mengenai Hak kepemilikan tanah yang bermacam-macam yaitu : Hak Milik, HGB, HGU, Hak Pakai hak kemilikan ini ada karena masyarakat modern membutuhkan, sebaliknya dalam Hukum Tanah Adat tidak diatur.
2. Hukum Tanah Adat sudah diatur atau terdapat norma-normanya tetapi dianggap sudah ketinggalan jaman. Contoh : Tanah sebagai Jonggolan.
Attantion!!!
Apakah bertentangan UUPA yang bersumber dari Hukum Tanah Adat mengatur mengenai HGB, HGU dan Hak Pakai, dimana hak-hak kepemilikan atas tanah tersebut tidak diatur dalam Hukum Tanah Adat ???
Jawab :
Tidak bertentangan karena Hukum Tanah Adat berfungsi sebagai sumber utama bukan satu-satunya sumber yang dipakai dalam Hukum Agraria Nasional. Artinya dimungkinkan adanya sumber lain sepanjang masyarakat membutuhkannya. Pada masyarakat modern membutuhkan kepastian hukum, baik mengenai subyek maupun obyek hukumnya.
Bagian dari Hukum Tanah Adat yang digunakan pada Hukum Agraria Nasional adalah :
1. Asas – asas Hukum Tanah Adat
Asas-asas yang diadopsi dari Hukum Tanah Adat ke dalam Hukum Agraria Nasional salah satunya adalah :
a. ASAS KEBERSAMAAN. Asas ini mengandung arti bahwa Hak milik atas tanah adat tidak hanya melayani pemiliknya saja tetapi harus memperhatikan kepentingan bersama (Pasal 6 UUPA). Asas Kebersamaan ini merupakan inti dari masyarakat Adat (Comunal)
b. ASAS PEMISAHAN HORISONTAL adalah asas yang menyatakan bahwa antara tanah dan bangunan atau segala sesuatu yang diatasnya itu dipisahkan secara horizontal sehingga bisa terjadi pemilik tanah bukan pemilik bangunan. Akibat hukum yang perlu diperhatikan dalam asas horizontal adalah :
· Dapat dibeli Tanahnya saja
· Dapat dibeli Bangunannya saja
· Dapat dibeli dua-duanya
Pada perkembangan asas horizontal ini terus disesuaikan mengingat banyak bangunan yang permanent sehingga tidak bisa dijual tanahnya saja.
c. ASAS PERLEKATAN (ACCESSIE/NATRECKKING) Dalam asas ini, bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah merupakan satu kesatuan, bangunan dan tanaman tersebut bagian dari tanah yang bersangkutan. Hak atas tanah dengan sendirinya, karena hukum meliputi juga pemilikan bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah yang dihaki, kecuali kalau ada kesepakatan lain dengan pihak yang membangun dan menanamannya.
2. Lembaga Hukum Tanah Adat
Kelembagaan pada Hukum Tanah Adat yang mengalami penyesuaian setelah berlakunya Hukum Agraria Nasional salah satunya adalah Lembaga Jual Beli Hak Tanah Adat. Pada jual-beli Tanah Adat, perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli dan pembeli membayar harga itu. Jual-beli Tanah menurut Hukum Tanah Adat diawali dengan panjer dan diselesaiakan didepan Kepala Desa dan bersifat TERANG maksunya Kepala Desa memwakili seluruh warganya. Sedangkan Jual-Beli tanah menurut BW diawali dengan PERJANJIAN.
Kemudian setelah berlakunya Hukum Agraria Nasional dengan dikeluarkannya UUPA peran Kepala Desa digantikan oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akte Tanah ), yang membuat Akte Jual-Beli Tanah dan didaftarkan di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mendapatkan SERTIFIKAT sebagai alat bukti yang kuat.
Sehingga Perpindahan Hak Atas Tanah menjadi Hak Milik adalah setelah dibuatnya AKTE JUAL BELI oleh PPAT.
KULIAH 4
H. PERTANAHAN
Notariat UNDIP semester I
Bp. Chulaemi,SH 8 Oktober 2011
KONSEPSI KEPEMILIKAN TANAH HUKUM AGRARIA NASIONAL
Yang berseumber dari Hukum Adat
Awalnya konsepsi kepemilikan tanah, dihadapkan pada banyak pilihan yaitu :
1. Konsepsi berasal dari Negara barat
Konsepsi ini memiliki sifat yang individualis dan liberal Hak kepemilikan tanah menjadi hak mutlak bagi pemiliknya
2. Konsepsi dari Blok Timur
Konsepsi ini berasal dari Rusia dan memiliki sifat yang lebih menonjolkan pada padaham sosialis komunis, yang tidak mengakui kepemilikan tanah perseorangan.
3. Konsepsi Feodalisme
Pada konsepsi ini kepemilikan atas tanah pada tingkat tertinggi dimiliki oleh raja
4. Konsepsi Hukum Adat (Komunalistik Religius)
Konsepsi yang mengakui hak pribadi dengan memperhatikan hak bersama atas tanah.Hak Pribadi dalam tanah adat berasal atau bersumber dari Hak Bersama (Hak Ulayat). Konsepsi inilah yang dipakai sebagai dasar pemikiran dan sumber dari Hukum Agraria Nasional. Yang secara jelas diatur dalam Pasal 6 UUPA
Penyesuaian konsepsi Hukum Adat ke dalam Hukum Agraria Nasional meliputi :
1. Semula konsepsi tanah adat menganggap bahwa tanah adat itu diperoleh karena adanya kekuatan Go’ib, dengan berlakunya Hukum Agraria Nasional pemahaman tersebut dirubah dengan bahwa Hak atas tanah adalah diperoleh karena Tuhan Yang Maha Esa;
2. Semula kepemilikan atas tanah adat adalah bersifat lokal (setempat) saja pengerusan atas tanah adat diserahkan kepada KEPALA ADAT, kemudian pengertian ini dirubah dengan pemahaman bahwa kepemilikan tertinggi atas tanah di wilayah Republik Indonesia adalah BANGSA INDONESIA itu sendiri, yang kemudian BANGSA INDONESIA sepakat untuk menyerahkan kepengurusannya kepada NEGARA. Hak nya yang disebut dengan HAK MENGUASAI OLEH NEGARA;
3. Semula Hukum Adat mengakui TANAH MILIK NEGARA ( TANAH NEGARA/ASAS DOMAIN VEERKLARING diatur dalam Agrarische Besluit 1870 pasal 1 yang merupakan aturan pelaksana dari Agrarische Wet), Negara kedudukannya sebagai Eigenaar. Hal ini berakibat bahwa Negara berhak untuk menjual tanah negara kepada pihak asing.
ASAS DOMAIN VEERKLARING adalah Setiap tanah yang tidak dapat dibuktikan dengan Hak Eigendom adalah tanah milik negara.
Attantion!!!
Mengapa Asas Domain Veerklaring merugikan tanah rakyat ??
Asas ini ternyata sangat merugikan terhadap tanah-tanah rakyat, karena berlakunya dualisme aturan terhadap Hak atas tanah adat. Disatu sisi tanah adat tunduk pada hukum adat karena pembagian golongan sebagai Bumi Putra. Kemudian disisi lain setelah berlakunya asas ini maka tanah adat harus dibuktikan dengan Hak Eigendom. Banyak sekali rakyat pada saat itu tidak dapat membuktikan hak kepemilikan tanah berupa Hak Eigendom, sehingga tanah rakyat tersebut dianggap sebagai tanah negara. Pada saat itu Pemerintah Belanda tidak mengakui Hak Tanah adat sebagai Eigenaar, tetapi Hak Tanah Adat hanya diakui sebagai HAK BESITER atas tanah tersebut.
Contoh Kasus :
A memiliki Hak Atas Tanah ada sebelum tahun 1870, kemudian diwariskan kepada B sampai dengan sesudah tahun 1870. B tidak dapat membuktikan Hak Eigendom atas tanah adat tersebut, karena pada waktu itu berlaku dualisme Hak Atas Tanah. Sedangkan B menundukan diri kepada Humum Adat karena B sebagai Bumi Putra dan bukan tunduk pada Burgelijke Wet Book (BW) yang hanya mengenal Hak Eigendom.
Dengan berlakunya asas Domain Veerklaring...maka hak atas tanah harus dibuktikan dengan menunjukan Hak Eigendom, sehingga banyak sekali Hak atas tanah adat yang tidak dapat menunjukan hak Eigendomnya, dengan demikian Hak atas tanah adat banyak sekali yang menjadi Tanah Negara.
Pemerintah Belanda tidak mengakui Hak Tanah Adat sebagai Eigenaar tetapi Hak Atas Tanah Adat hanya diakui sebagi Hak Besiteer atas tanah.
Maka sejak berlakunya Hukum Agraria Nasional Asas Domain Veerklaring dihapus, dan dirubah dengan mendasarkan pada Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang kemudian lebih jelas lagi diadopsi pada Pasal 2 ayat 2 UUPA. Pada pasal ini diatur asas bahwa NEGARA HANYA MENGUASAI SAJA bukan MEMILKI TANAH sehingga negara tidak berhak untuk menjual tanah kepada pihak asing.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pasal 2 ayat 2 UUPA merupakan penjabaran dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
KULIAH 5
H. PERTANAHAN
Notariat UNDIP semester I
Bp. Chulaemi,SH 5 Oktober 2011
PERUBAHAN SECARA FUNDAMENTAL DARI HUKUM AGRARIA LAMA
DALAM HUKUM AGRARIA NASIONAL
Ada 5 bagian besar pada perubahan hukum agraria lama ke dalam Hukum Agraria Nasional yaitu :
1. Semua ciri-ciri yang ada dalam H. Agraria Lama diganti dengan ciri-ciri yang baru di dalam H. Agraria Nasional
2. Merubah Sifat-sifat yang terkandung dalam H. Agraria lama yaitu : Sifat DUALISME menjadi bersifat UNIFIKASI
3. Dasar aturan yang berlaku pada H. Agraria lama yaitu KUH Perdata diganti dengan Hukum Agraria Nasional yaitu UUPA yang bersumber dari Hukum Adat.
4. Pada saat berlakunya H. Agraria Lama Hak kepemilikan atas tanah tidak dibatas sehingga timbulnya TANAH PARTIKELIR yang merugikan masyarakat setelah berlakunya H. Agraria Nasional kepemilikan atas tanah terbatas sesuai dengan peruntukannya.
5. Pada saat berlakunya H. Agraria Lama negara dapat memiliki hak atas tanah negara setelah berlakunya H. Agraria Nasional tanah negara menjadi Tanah dikuasai Negara
Pada kuliah ke 5 ini membahas mengenai poin ke 5 yaitu mengenai Hak menguasai negara atas tanah.
PERTANYAAN
Apakah hak menguasai negara atas tanah merupakan Hak Ulayat yang ditingkatkan pada tingkat Nasional ??
JAWAB :
Tidak, karena bukan hak ulayat yang ditingkatkan menjadi hak menguasai negara atas tanah tetapi Hak Bangsa sesuai hirarki kekuasaan atas tanah merupakan hak ulayat yang ditingkatkan pada tingkat nasional. Hak ulayat mempunyai 2 asas yang melekat yaitu :
Tidak, karena bukan hak ulayat yang ditingkatkan menjadi hak menguasai negara atas tanah tetapi Hak Bangsa sesuai hirarki kekuasaan atas tanah merupakan hak ulayat yang ditingkatkan pada tingkat nasional. Hak ulayat mempunyai 2 asas yang melekat yaitu :
1. Unsur atau asas kepe,ilikan yang diserahkan kepada ketua adat atau lurah
2. Unsur mengatur yang diserahkan kepada negara. Unsur inilah yang ditingkatkan pada tingkat nasional.
KULIAH KE 4
Setelah Mid Semester 1
Hari/Tanggal : Sabtu, 07 Januari 2012
PENDAFTARAN TANAH
I. Aturan Pelaksana sebagai ketentuan yang digunakan :
1. KEPRES NO 65 TAHUN 2006
2. PERATURAN BADAN PERTANAHAN NASIONANL NO. 1 TAHUN 2011
II. Ciri khas Pendaftaran Tanah di Indonesia
1. Dilaksanakan oleh Kantor Badan Pertanahan Kota atau Kabupaten
Pendaftaran Tanah di Indonesia Pelaksanaannya di lakukan bukan oleh BPN Pusat dengan alasan karena adanya Struktur Kerja di BPN, yang meliputi :
- Kantor BPN Pusat
- Kantor BPN Kota
- Kantor BPN Kabupaten
2. Pada Pendaftaran Tanah menghasilkan hanya 1 (satu) ALAT BUKTI untuk 1 (satu) bidang Tanah, yaitu berupa SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH, sebagai bukti kepemilikan tanah
III. Pendaftaran Tanah meliputi 3 (tiga) KEGIATAN (LANGKAH) POKOK yaitu :
1. Mengumpulkan Data Fisik Tanah
Yang dimaksud dengan DATA FISIK adalah Data mengenai fisik Tanah. Pada kegiatan mengumpulkan data fisik tanah dengan tahapan-tahapan yang berurutan,yaitu :
- Tahap ke 1 (Pertama) : Mengumpulkan Data mengenai LETAK TANAH yang akan didaftarkan;
- Tahap ke 2 (Kedua) : Mengumpulkan Data mengenai BATAS-BATAS TANAH yang akan didaftarkan;
- Tahap ke 3 (Tiga) : Mengumpulkan Data mengenai LUAS TANAH yang akan didaftarkan;
- Tahap ke 4 (Empat) : Mengumpulkan data mengenai ADA ATAU TIDAKNYA BANGUNAN diatas tanah yang akan didaftarkan.
Tahpan-tahapan dalam mengumpulkan data fisik tanah ini, HARUS BERURUTAN tidak boleh dibolak-balik
Dari kesluruhan langkah-langkah dalam kegiatan mengumpulkan data fisik tanah telah selesai, maka akan menghasi
lkan SURAT UKUR.
SURAT UKUR. Adalah skema atau denah 1 (satu) bidang tanah yang berisi tentang DATA FISIK TANAH yang bersangkutan.
CONTRADITOIR DELIMITASI
Larangan bagi Petugas Pengumpul data tanah, pada saat acara untuk menentukan batas-batas tanah yang sedang di ukur tidak boleh hanya percaya kepada Pemohon, sehingga pada saat menentukan batas tanah tidak boleh berdasarkan yang ditunjuk Pemohon tetapi harus dengan PERSETUJUAN TETANGGA. Tujuannya agar setelah menghasilkan Sertifikat tidak terjadi sengketa batas.
2. Mengumpulkan Data YURIDIS atau data HUKUM (ASPEK HUKUM)
Pada kegiatan mengumpulkan data Yuridis tanah dengan tahapan-tahapan yang berurutan,yaitu :
- Tahap ke 1 (Pertama) : Mengumpulkan Data mengenai STATUS TANAH yang akan didaftarkan;
- Tahap ke 2 (Kedua) : Mengumpulkan Data mengenai PEMILIK TANAH yang akan didaftarkan;
- Tahap ke 4 (Empat) : Mengumpulkan data mengenai ADA ATAU TIDAKNYA BEBAN-BEBAN HAK LAIN diatas tanah yang akan didaftarkan.
Tahapan-tahapan dalam mengumpulkan data fisik tanah ini, HARUS BERURUTAN tidak boleh dibolak-balik.
Dari kesluruhan langkah-langkah dalam kegiatan mengumpulkan data fisik tanah telah selesai, maka akan menghasilkan BUKU TANAH.
BUKU TANAH adalah Isian dari 1 (satu) bidang tanah yang berisi Data Yuridis, meliputi : Status, Pemilik dan ada tidaknya beban-beban hak lain diatas tanah yang bersangkutan.
3. Pemprosesan Pembuatan Sertifikat Hak Atas Tanah
Pada garis besarnya Proses pembuatan Sertifikat Hak Atas Tanah adalah kegiatan Penyalinan BUKU TANAH yang didalamnya dilampirkan DATA FISIK yang didasarkan pada SURAT UKUR. Yang dijilid menjadi satu dan disampuli dengan gambar GARUDA menghasilkan SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH.
PERTANYAAN :
Apa yang dapat dibuktikan dengan pasti dari Sertifikat Hak Atas Tanah ?
JAWAB :
Karena Sertifikat Hak Atas tanah adalah Buku Tanah yang disalin sehingga memberikan pembuktian secara pasti dengan dilampiri :
a. DATA YURIDIS yang meliputi : Status, Pemilik dan ada atau tidaknya beban-beban hak lain dari tanah yang bersangkutan
b. DATA FISIK yang meliputi : Letak, Pemilik, Luas dan ada atau tidaknya bangunan diatas tanah yang bersangkutan
IV. Kegiatan Pendaftaran Tanah adalah Kegiatan yang TERATUR dan TERUS MENERUS
1. Kegiatan yang Teratur
Pada setiap Kegiatan Pendaftaran Tanah sudah dilandasi dengan aturan-aturan Hukumnya, yaitu :
- Ketentuan umum diatur dalam Pasal 19 UU Pokok Agraria, kententuan sebagai landasan hukum Pendaftaran Tanah, yaitu Pasal 23 tentan Hak Milik, Pasal 32 tentang HGU, Pasal 38 tentang HGB dan ketentuan mengenai HAK PAKAI awalnya tidak di atur dalam UUPA hanya diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1965 dan Peraturan Menteri Agraria No. 1 tahun 1966.
- Peraturan Pelaksana diatur dalam PP No. 10 tahun 1961 yang kemudian diganti dengan PP No. 24 tahun 1997 sampai sekarang
2. Kegiatan yang Terus Menerus
Kegiatan terus menerus dapat digambarkan sebagai berikut :
Ada seseorang yang memiliki sebidang tanah yang belum disertai dengan Sertifikat, kemudian seseorang tersebut mendaftarkan tanahnya sehingga tanahnya telah disertai dengan Sertifikat. Apakah orang tersebut setelah memperoleh sertifikat atas tanahnya, terhadap tanah tersebut urusannya selesai sampai disitu ? TIDAAKKK karena :
- Apabila seseorang tersebut bermaksud untuk menjual tanah yang sudah bersertifikat
- Apabila seseorang tersebut meninggal dunia maka Hak atas tanah tersebut melalui pewarisan berpindah.
Jadi, dari gambaran diatas, maka setiap ada perbuatan hukum terhadap hak atas tanah harus diikuti dengan pendaftaran kembali agar supaya Aspek Hukum/Yuridisnya sesuai dengan faktanya dan hal ini berjalan terus menerus pada setiap perbuatan hukum terhadap tanah.
Sekali tanah itu didaftarkan maka jika ada perubahan baik Status, Pemilik, Luas, maupun batas-batasnya harus selalu diikuti dengan pendaftaran dan begitu seterusnya sehingga pendaftaran tidak berhenti ketika pendaftaran pertama selesai
V. Tujuan Pendaftaran Hak Atas Tanah
Menurut ketentuan Pasal 19 UUPA tujuan dari pendaftran tanah adalah untuk menjamin Kepastian Hukum, yaitu Kepastian Hak Atas Tanah. Kepastian Hukum mengenai 2 (dua) hal yaitu : DATA YURIDIS dan DATA FISIK. Proses pendaftaran yang bertujuan untuk memperoleh Kepastian Hukum dalam bentuk Sertifikat Hak Atas Tanah Ini, disebut PENDAFTARAN LEGAL CADASTRE.
Kepastian Hukum pada pendaftaran atas tanah, ditujukkan untuk kepentingan, sebagai berikut :
- Pemilik Hak Atas Tanah = Pemilik tanah dengan mudah membuktikan Hak Atas Tanahnya, Jika ada gugatan atau gangguan dari pihak lain;
- Pihak-Pihak yang berkepentingan, terhadap Hak Atas Tanah yang dikuasai seseorang. Pada umumnya pihak yang berkepentingan adalah Bank, Calon Pembeli;
- Kepentingan Pemerintah yang bertujuan untuk tertib administrasi pertanahan dan untuk kepentingan Perencanaan Pembangunan.
Sebelum kita memberlakukan UUPA, dikenal PENDAFTARAN FISCAL CADASTRE adalah Proses Pendataan Tanah yang bertujuan untuk mengumpulkan data atas tanah untuk kepentingan penarikan pajak atas tanah. Pada Proses ini Pemilik Tanah diberi bukti berupa PETHUK di Jawa Tengah, Girik di Jawa Barat dan Jakarta dan lain sebagainya. Sedangkan Fiscal Cadastre ini tujuan utamanya untuk kepentingan Pemberintah yaitu untuk Pembayaran Pajak Negara.
Perbedaan LEGAL CADASTRE dengan FISCAL CADASTRE
LEGAL CADASTRE | FISCAL CADASTRE |
Tujuan untuk menjamin Kepastian Hukum Hak atas Tanah terhadap Pemilik Tanah, Pihak yang berkepentingan dan Pemerintah | Tujuan mengumpulkan data atas tanah untuk penarikan Pajak yang bertujuan untuk kepentingan Pemerintah saja. |
Pemilik Hak atas Tanah memgeang sertifikat sebagai bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah | Pemilik tanah diberikan Girik, Pethuk dan lain sebaginya bukti sebagai wajib pajak atas kepemilikan tanah |
Untuk kepentingan Pemilik Tanah | Untuk kepentingan Pemerintah |
VI. Tahapan Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah dibagi menjadi 2 (dua) tahapan, yaitu :
1. INITIAL REGRISTRATION (Pendaftaran untuk Pertama Kali)
Pada Initial Regristration Pendaftaran Tanah yang dilakukan untuk tanah yang belum disertai dengan Sertifikat Hak Atas Tanah.
Pada Initial Regristration ini dibedakan menjadi dua sistem Pendaftaran Atas Tanah, yaitu :
1) Pendaftaran Tanah secara SISTEMATIK
Pendaftaran Tanah yang dilakukan atas dasar INISIATIF dari masing-masing PEMILIK TANAH (PERORANGAN )
2) Pendaftarn Tanah secara SPORADIK
Pendaftaran Tanah yang dilakukan atas dasar INISIATIF datang dari Pemerintah dengan suatu Proyek Pendaftaran Tanah yang belum bersertifikat, misal : PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria)
Dari Perbedaan Pokok ini menimbulkan SUB Perbedaan yang berpangkal dari masalah :
- Pembiayaan
SISTEMATIK : Pembiayaan dibebankan pada Pemilik Tanah
SPORADIK : Pembiayaan merupakan beban yang ditanggung oleh Pemerintah
- Lokasi
SISTEMATIK : Pemilihan Lokasi adalah Pemilik Tanah
SPORADIK : Lokasi untuk Pendaftaran ini ditentukan oleh Pemerintah
- Waktu Penyelesaian
SISTEMATIK : Penyelesaiannya lebih lambat
SPORADIK : Penyelesaiannya lebih Cepat
- Panitia Pendaftaran
SISTEMATIK : Tidak ada Panitia
SPORADIK : Ada, dan dibentuk oleh Pemerintah
Sub Perbedaan antara Pendaftaran SISTEMATIK dengan SPORADIK
SISTEMATIK | SPORADIK |
Pembiayaan dibebankan pada Pemilik Tanah | Pembiayaan merupakan beban yang ditanggung oleh Pemerintah |
Pemilihan Lokasi adalah Pemilik Tanah | Lokasi untuk Pendaftaran ini ditentukan oleh Pemerintah |
Waaktu penyelesaiannya lebih lambat | Waktu penyelesaiannya lebih Cepat |
Panitia Pendaftaran Tidak Ada | Pantia Pendaftaran Ada yaitu Pemerintah |
2. MAINTANANCE REGRISTRATION (Pendaftarn Perubahan)
Pendaftaran Tnah yang sudah disertai dengan sertifakat Hak Atas Tanah. Pendaftaran ini dilakukan karena adanya Perbuatan Hukum tertentu terhadap tanah. Pendaftaran in juga berfungsi untuk Pemeliharaan Data Tanah.
Catatan Kuliah yang mengispirasi..... saluuuut
ReplyDeletemakasih ya kakaak, aku jadi ga usah nyatet" wkwkw
ReplyDeleteseharusnya pendaftaran tanah secara sistemtis ialah yang dilakukan oleh pemeritah yaa. klo saya liat anda salah mengartikannya.
ReplyDelete