Monday, January 23, 2012

SWEEPING PROGRAM KOMPUTER oleh : Prof Dr. Budi Santoso, SH,MS

Sweeping Program Komputer

Oleh : Prof. Dr. Budi Santoso, SH, MS
Suara Merdeka, Senin, 20 Agustus 2007

BELAKANGAN ini media massa memberitakan mengenai sweeping program komputer oleh aparat kepolisian. Hal itu mengagetkan sekaligus menakutkan. Di tengah upaya untuk menghadirkan informasi yang murah melalui media internet, terpaksa banyak warnet yang "mendadak bangkrut " karena berurusan dengan kepolisian. Bagaimana duduk perkaranya ?
Komputer sudah bukan merupakan benda yang asing. Aspek fungsinya berbagai macam kegunaan dengan menggunakan alat tersebut.Dari sekadar mengetik, pengolahan kata, sampai dengan pengolahan data base yang besar yang dapat diremote atau dikontrol dari jarak jauh. Sekarang pun fungsi tersebut berkembang luas tidak sekadar melakukan game tetapi dimanfaatkan untuk mencari informasi dengan melalui internet.
Seperangkat komputer pada umumnya terdiri dari dua unsur yang saling terkait .Pertama adalah hardware atau perangkat keras, yaitu perangkat elektronis yang dapat dilihat secara nyata. Kedua, software yang sering disebut dengan piranti lunak yaitu prosedur yang tersusun dalam satu program yang terintegrasi dan berfungsi untuk melaksanakan aplikasi dari program yang terintegrasi tersebut.
Pada unsur yang kedua inilah sering menimbulkan berbagai permasalahan, karena sangat mudah dipindah atau disalin dari satu media ke media lainnya. Hasil penyalinan tersebut juga mendatangkan fungsi yang sama antara yang asli dengan salinannya.
Kegiatan pemindahan atau penyalinan program tentunya mendatangkan banyak keuntungan bagi pihak tertentu, baik pembeli, penyalur, distributor, tetapi pada saat yang sama pemilik (pencipta ) program akan mengalami kerugian karena tidak mendapatkan manfaat ekonomi yang mestinya diperoleh.
Banyak instansi baik pemerintah, swasta, atau PC , yang mempergunakan piranti lunak Windows sebagai operating system(OS), tetapi umumnya mereka tidak mempedulikan apakah program yang mereka pergunakan legal atau tidak.
Masyarakat pengguna umumnya hanya mengetahui bahwa yang penting pada saat membeli perangkat komputer tersebut telah tersedia program tertentu pada komputernya tidak mempersoalkan darimana , dengan cara bagaimana, program tersebut terpasang pada komputer yang dibeli.
Distributor atau agen penyalur pun biasa melakukan penjualan seperangkat komputer yang telah diinstal dengan operating sysmtem tertentu beserta software aplikasinya.
Dilihat dari aspek hukum, maka persoalan menyalin program ke perangkat komputer lain tanpa izin dari penciptanya(pemiliknya ) sering dikenal dengan istilah pembajakan. Umumnya pasal yang dijadikan dasar pelanggaran adalah Pasal 72 (3) UU No 19/2002 tentang Hak Cipta.
"Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 ".
Pasal ini menyaratkan unsur komersial dalam penggunaannya. Tindakan yang diancam dengan pasal itu adalah memperbanyak untuk kepentingan komersial.
Perbanyakan program komputer yang nonkomersial sebagaimana banyak dilakukan instansi pemerintah, swasta, pribadi, tidak terjangkau Pasal 72 . Dengan demikian bukan pelanggaran yang diancam pidana tetapi sekadar pelanggaran lisensi yang bersifat perdata, dan umumnya berkisar masalah ganti kerugian.
Warnet Pasal 72
Selain Pasal 72 (3) yang sarat ancaman pidana dan denda , terdapat pasal lain yaitu Pasal 2 (2) bahwa pencipta atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi dan program komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Pasal ini mengatur mengenai rental right yang hanya dimiliki pencipta atau pemegang hak cipta di bidang sinematografi dan program komputer dan tidak diancam pidana tetapi bersifat perdata. Warnet, rental film, lebih tepat berkaitan dengan pasal ini daripada Pasal 72.
Berdasarkan hasil survei BSA (Business Software Alliance) tahun 1997 menunjukkan tingkat pembajakan program komputer di Indonesia telah mencapai 93 %, atau peringkat keempat terparah di 65 negara yang di survei dan menimbulkan kerugian sekitar USD 193,275.
Tahun 1998 dari hasil survei yang sama menunjukkan 92 % piranti lunak yang digunakan di Indonesia adalah hasil bajakan. Ini merupakan peringkat 7.No 1 adalah Vietnam, China, Rusia.
Tahun 2002, Indonesia masih merupakan negara tertinggi dalam hal pembajakan piranti lunak, sejumlah 89 % dengan nilai kerugian sebesar 70 Juta Dollar US.
Tahun 2004 dan 2005 angka pembajakan tersebut pada kisaran 87 % dengan potensial kerugian mencapai sekitar 1,8 miliar dolar AS dalam setahun. Berdasarkan angka ersebut Indonesia langganan menduduki predikat negara yang sangat diawasi dalam pelanggaran HKI.
Bentuk Pelanggaran
Menurut jenisnya program komputer dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu:
a.Application Software, sekumpulan program yang dibuat programmer atau orang yang disebut sebagai user;
b. System Software, yaitu satu set program yang disiapkan oleh pabrikan komputer untuk memberikan kemudahan operasi komputer pada para pemakai (user) .
Software inilah yang merupakan pangkal persolan hukum, karena kebanyakan pembajakan komputer dilakukan pada bagian ini.
Umumnya bentuk-bentuk pembajakan perangkat lunak dapat dikelompokan dalam lima kategori, yaitu :
a. Pemuatan hard disk (Hard Disk Loading)
Tindakan dalam kategori ini terjadi pada saat penjual komputer memuat salinan program perangkat lunak yang tidak sah ke hard disk komputer yang akan dibeli oleh komsumen.
Penjual dalam situasi ini tidak menyertakan disket/CD program yang asli, dokumentasi atau persetujuan lisensi , yang seharusnya diberikan bersama-sama dengan copy program yang legal. Konsumen tanpa disadari menerima perangkat lunak illegal yang di install ke dalam hard disk.
b.Softlifting.
Bentuk kejahatan pembajakan ini terjadi manakala copy ekstra perangkat lunak dalam satu lembaga yang digunakan oleh karyawannya kemudian dibocorkan ke luar lembaganya/perusahaannya. Tindakan ini dapat dikategorikan telah melakukan kejahatan pembajakan program komputer.
c. Pemalsuan perangkat lunak.Dalam hal ini dilakukan tindakan penggandaan secara illegal seluruh paket perangkat lunak dan dijual dalam kemasan yang sedemikiajn rupa sehingga tampak seperti aslinya.Bentuk lainnya adalah kompilasi berbagai judul perangkat lunak tiruan yang dikemas dalam satu CD secara illegal dan dipasarkan dengan nama yang berbeda.
d. Penyewaan perangkat lunak
Dalam kategori ini dikenal tiga bentuk pembajakan ,yaitu produk yang disewa untuk digunakan pada komputer di rumah atau di kantor penyewa, produk yang disewakan melalui mail order dan produk yang dimuat dalam komputer yang disewa untuk waktu terbatas.
e. Downloading Ilegal melalui Internet
Hal di atas terjadi melalui downloading perangkat lunak sah melalui hubungan modem ke buletin elektronik adalah bentuk lain dari pembajakan.
Dalam referensi lain disebutkan bahwa bentuk lain pembajakan program komputer antara lain :pemalsuan CD. Tidak jarang software tersebut mengandung virus bermasalah. End -User Copying, yaitu pemasangan satu CD original ke dalam lebih dari satu PC.Hal ini melanggar prinsip lisensing.Hard Disk Loading, atau sering dikenal dengan membeli PC yang berisi software yang tidak berlisensi.
Melihat cara-cara pembajakan program komputer yang banyak dilakukan di atas, maka kebanyakan yang terjadi di sekeliling kita sebenarnya berkisar pada pelanggaran izin atau lisensi yang bersifat perdata dan bukan selalu dikedepankan ancaman pidana.
Harus Bagaimana
Tidak gampang memang menjawab pertanyaan ini. Solusi yang klasik adalah dengan beralih ke opensource yang sudah banyak dirilis perusahaan pengembang, misalnya IBM, Oracle, Sun. Linux barangkali merupakan batu loncatan sembari membenahi investasi apabila akan beralih ke program yang original.
Kita pernah menggelorakan IGOS ( Indonesia goes to open source ), kenapa tidak segera ditindaklanjuti ?. Banyak manfaat yang bisa dipetik dengan cara itu, misalnya rendahnya biaya install program, reliabilitas yang tinggi, keamanan yang tinggi, sehinga total cost of ownershipnya juga rendah. Memang belum memasyarakat, tetapi bukan tidak mungkin dimasyarakatkan.
- Dr Budi Santoso,SH,MS, dosen Fakultas Hukum Undip Semarang

Share

0 comments:

Post a Comment